Selasa, 22 January 2019 18:03 UTC
Ilustrasi oleh Chepy.
JATIMNET.COM, Surabaya – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar mendesak Presiden Joko Widodo mencabut pemberian grasi kepada otak pembunuhan jurnalis Radar Bali, Jawa Pos Grup AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
“Pemberian grasi kepada I Nyoman Susrama, otak pembunuh jurnalis Prabangsa adalah langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika melalui siaran pers, Selasa 22 Januari 2019.
Nandang menilai, pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Sebab, sebelumnya, tak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
BACA JUGA: Jelang HPN di Surabaya, Begini Imbauan Dewan Pers
Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.
AJI Denpasar bersama sejumlah advokat dan aktivis yang dari awal mengawal kasus itu, tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis pada Februari 2009 silam. Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali.
BACA JUGA: Kualitas Media Buruk Jadi Ancaman Bagi Kebebasan Pers
Nandang mengatakan, pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat.
“AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut,” ujar Nandang.
Nandang juga mengakui jika presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai UU No.22 Tahun 2002 dan perubahannya UU No.5 Tahun 2010. Namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi diberikan.