Remisi Pembunuh Jurnalis, Jokowi Akan Digelari Musuh Kebebasan Pers

Abdus Somad

Reporter

Abdus Somad

Kamis, 24 Januari 2019 - 09:33

remisi-pembunuh-jurnalis-jokowi-akan-digelari-musuh-kebebasan-pers

Ilustrasi oleh Gilas Audi.

JATIMNET.COM, Yogyakarta – Aliansi masyarakat sipil dan komunitas pers di Yogyakarta mengecam keputusan Presiden Joko Widodo memberi remisi pada I Nyoman Susrama, aktor intelektual pembunuhan wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Juru bicara aliansi Tommy Apriando mengatakan presiden harus membatalkan remisi itu karena mencederai kebebasan pers. “Dalam waktu sepekan, jika tak dicabut kami akan menobatkan Jokowi sebagai musuh kebebasan pers dan pemberantasan korupsi,” katanya di sela aksi penolakan remisi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Kamis 24 Januari 2019.

Aksi itu diikuti sekitar duapuluhan orang. Mereka terdiri dari anggota Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Indonesian Court Monitoring, Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, LBH Pers Yogyakarta, dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia.

Susrama adalah terpidana penjara seumur hidup. Ia, bersama sejumlah rekannya, terbukti membunuh Prabangsa pada 11 Februari 2009 dan membuang jenazahnya ke laut. Lima hari kemudian, 16 Februari 2009, jasad Prabangsa ditemukan mengapung di Teluk Bungil, Bangil oleh seorang pelaut.

BACA JUGA: AJI Denpasar Desak Presiden Cabut Grasi Dalang Pembunuh Wartawan

Prabangsa dibunuh karena berita. Dalam “Jejak Darah Setelah Berita”, buku terbitan AJI Indonesia, Susrama gerah dengan berita dugaan korupsi pembangunan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar bertaraf internasional di Desa Kubu, Bangli. Sepanjang Desember 2008, Prabangsa rajin melaporkan perkara rasuah yang merugikan negara hingga Rp 2,6 milyar itu di surat kabarnya.

Pada 15 Februari 2010, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis penjara seumur hidup pada Susrama. Upaya lolos dari jerat hukum dilakukan Susrama-banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar (16 April 2010) dan kasasi di Mahkamah Agung (24 September 2010-tak membuahkan hasil. Maka Susrama, yang ditahan sejak 26 Mei 2009, dijeblokan ke penjara.

Embus angin berubah pada 7 Desember 2018. Presiden Joko Widodo meneken keputusan nomor 29. Isinya, pemberian remisi bagi 115 narapidana seumur hidup menjadi pidana sementara. Nama Susrama, yang tercatat mendekam di Rutan Negara Klas IIB Bangli, tertulis di urutan 94 dalam lampiran surat keputusan.

Remisi itu menjadikan hukuman penjara seumur hidup yang ditanggung Susrama berubah jadi 20 tahun.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H.Laoly mengatakan remisi diberikan karena Susrama dianggap berkelakuan baik dan sudah mendekam di penjara selama 10 tahun. Prosesnya, mula-mula diajukan Lembaga Pemasyarakatan, dibawa ke Tim Pengamat Pemasyarakatan, dan diusulkan ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. “Prosedur itu sangat panjang baru diusulkan ke saya," katanya seperti dikutip dari Antara pada Rabu 23 Januari 2019.

BACA JUGA: Kualitas Media Buruk Jadi Ancaman Bagi Kebebasan Pers

Anggota aliansi masyarakat sipil dan komunitas pers di Yogyakarta menuntut Presiden Joko Widodo membatalkan remisi pada Nyoman Susrama, aktor pembunuhan wartawan Prabangsa. Foto: IST.

Preseden buruk kebebasan pers

Pemberian remisi pada Susrama itu segera memantik protes komunitas pers Tanah Air.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Abdul Manan mengatakan kebijakan presiden itu telah melukai rasa keadilan, tak hanya bagi keluarga tapi juga jurnalis di Indonesia. “Susrama sebenarnya sudah dihukum ringan. Jaksa menuntutnya dengan hukuman mati tapi hakim mengganjar hukuman seumur hidup,” katanya, melalui pernyataan tertulis yang diterima Jatimnet.com, Rabu 23 Januari 2019.

Ia mengatakan kasus kematian Prabangsa menjadi satu-satunya kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia yang terungkap. Maka, pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis menjadi tak arif dan memberi pesan tak bersahabat bagi pers Indonesia.

Dalam catatan AJI,  ada delapan kasus pembunuhan jurnalis yang tak terungkap hingga kini. Di antaranya Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996);Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006); Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010); dan Alfred Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

“Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara,” katanya.

Ia meminta presiden mencabut remisi untuk Susrama. AJI, kata dia, menilai keringangan hukuman bagi pembunuh, juga pelaku kekerasan lain, pada jurnalis justru membuat pelaku tak jera dan memicu kekerasan terus berulang.

Baca Juga