Logo

PT GEI Akui Pengurukan Tanggul di Mojokerto Gunakan Limbah Batubara

Reporter:,Editor:

Selasa, 24 September 2019 03:35 UTC

PT GEI Akui Pengurukan Tanggul di Mojokerto Gunakan Limbah Batubara

LIMBAH BATUBARA. Pengurukan tanggul di Sungai Marmoyo, Kemlagi, Mojokerto yang menggunakan limbah batubara. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto - Pengurukan bantaran Sungai Marmoyo di RT 03 RW 04, Dusun Kembangan, Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, menggunakan limbah batubara diakui berasal dari PT GEI (Green Environmental Indonesia) yang dilakukan sejak 15 September 2019.

Penanggung jawab operasional PT GEI, Darsono menyatakan bahwa, urukan tanah di sepanjang bantaran Sungai Marmoyo Dusun Kembangan, Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, berasal dari perusahaan  (PT GEI) dan atas permintaan warga.

"Urukan di sepanjang tanggul jebol memang dari kami PT GEI. Itupun kami berikan secara gratis atas permintaan warga yang diakomodir kepala desa. Kami sudah jelaskan adanya ya seperti ini. Tapi, kepala desa tetap meminta karena warga khawatir kondisi rumah mereka ambrol," kata Darsono saat dikonfirmasi Jatimnet.com melalui telepon seluler, Senin 23 September 2019.

BACA JUGA: Bantaran Sungai Marmoyo Mojokerto Diduga Diuruk Pakai Limbah B3

Darsono menampik kalau ada bau menyengat yang ditimbulkan dari urukan limbah batubara yang ditimbun sebagai penahan tanggul yang jebol di sepanjang Sungai Marmoyo sepanjang 150 meter ini.

"Tidak ada warga yang batuk-batuk di sana, apalagi sumber air tidak ada. Bukan saya mendahului tapi memang agak rawan seperti kami ini, apalagi yang Lakardowo. Ayolah kita bareng-bareng cek, supaya tidak bias informasi yang disampaikan," pungkas Darsono.

Saat ditanya berapa jumlah truk yang sudah mengangkut limbah batubara untuk menguruk bantaran sungai, Darsono meminta agar konfirmasi langsung ke kepala desa.

BACA JUGA: Kulit Bocah Tuban Terbakar Enam Persen Diduga Terkena Limbah B3

Ia meyakini tidak ada pencemaran yang dilakukan PT GEI di wilayah Desa Mojojajar seperti pengakuan warga terkait adanya perubahan warna air dan warga yang terpaksa membeli air untuk kebutuhan air minum.

"Tidak ada, ayo dicek, saya berani. Sampean ngomong ke Pak Kades siapa yang bicara. Jadi saya mohon, jangan sampai pemberitaan bias. Dari segi hukum tidak bisa diproses kan, saya bukan mendahului, saya di Lakardowo sudah lama. Saya di sini juga lumayan lama, saya kira tidak ada pencemaran," kata Darsono dengan nada meninggi.

Darsono kemudian menambahkan kalau yang mengelola limbah di Jawa Timur bisa dihitung. Di satu sisi populasi manusia meningkat yang dibarengi dengan bertambahnya jumlah rumah sakit dan industri.

BACA JUGA:  Dinkes Kabupaten Mojokerto Tak Beri Tindakan Petugas Pemberi Salep Kedaluwarsa

"Otomatis hasil limbah meningkat, tapi yang membuat seperti ini (pengolahan limbah) bisa dihitung dengan jari. Kalau tidak ada kami, limbah mau dikemanakan. Jadi tidak mungkin kami menginvestasikan sampai milyaran kalau tidak melihat kondisi limbah yang meningkat. Bisa dihitung lho yang berdiri seperti ini, bisa dilihat di DLH," jelasnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya dua kandungan berbahaya yang ada di dalam bahan berbahaya beracun merkuri dan sulfur ada di batu bara sendiri.

"Sedangkan dalam limbah batu bara, merkuri dan sulfur sudah menguap. Kalau batu bara dipanasi otomatis sulfur sudah menguap, lepas ke angkasa. Logikanya batu baralah yang beracun dan berbahaya," pungkasnya.