Minggu, 01 September 2019 10:47 UTC
Ilustrasi. [pixabay]
JATIMNET.COM, Surabaya - Kandidat Doktor di Indonesian Consorcium for Religious Studies (ICRS) UGM Yogyakarta Khanis Suvianita menyebut kaum waria saat ini lebih sering dipersekusi karena adanya kepentingan politik oleh kelompok tertentu atau penguasa.
"Golongan berbeda (Waria) ini digunakan dan dikapitalisasi secara politik untuk kepentingan politik," kata Khanis saat diwawancarai di Ketintang Surabaya, Minggu 1 September 2019.
Menurutnya, kepentingan tersebut membentuk suatu pandangan bahwa kaum waria merupakan musuh negara, agama, dan bahkan masyarakat umum.
BACA JUGA: Cina Tak Ikuti Taiwan Soal Legalisasi Pernikahan Sejenis
Adanya diskriminasi dan intimidasi kepada golongan waria, kata Khanis, menjadikan kurangnya kebebasan untuk mereka di ruang publik dan hak untuk bekerja.
"Biasanya pandangan membuat masyarakat meyakini bahwa perilaku orang waria seolah tidak mengikuti norma yang ada," kata dia.
Khanis menjelaskan dampak dari sikap tersebut salah satunya adalah keterbatasan lapangan pekerjaan pada waria. Fenomena tersebut menyebabkan orang waria memilih untuk menjadi pekerja seks (PS).
BACA JUGA: Polisi Gay Jateng Dipecat, LBH Sebut Ada Pelanggaran HAM
Saat ini banyak waria yang kerja di salon, kata dia, padahal hakikatnya semua waria pasti mempunyai keahlian yang berbeda satu sama lain.
"Tapi karena waria, sehingga susah untuk melamar kerja. Diterima pun, pasti disuruh untuk berpenampilan seperti laki-laki," kata Khanis.
Adanya peraturan berpakaian tersebut, Khanis menyebutkan bahwa perintah itu sudah melanggar hak orang atau individu dalam berekspresi. Padahal setiap manusia mempunyai hak sendiri dalam menunjukkan jati dirinya kepada publik.
BACA JUGA: Diprotes, Brunei Tunda Terapkan Hukum Mati LGBT
Ia menyampaikan karena larangan dan kurangnya penerimaan tersebut menyebabkan beberapa waria memilih untuk mengamen dan bahkan menjadi PS.
"Hal ini banyak terhadi di Jawa, karena perspektif dan dandanan yang berbeda dari beberapa waria yang ada di Gorontalo maupun Flores," katanya.
Ia menjelaskan kelompok waria yang berada di Flores atau Gorontalo lebih jarang dan hampir tidak ada yang di jalanan.
Hal ini karena lingkungannya memberikan pekerjaan sesuai dengan kapasitasnya. Apalagi kelompok waria di sana cenderung tidak mengubah penampilannya atau berdandan seperti di Jawa.
Khanis berharap agar kesadaran masyarakat dalam keberagaman seksualitas dapat berkembang. Karena setiap manusia bisa mengekspresikan gender sesuai dengan dirinya.