Logo

PPTP3A Pamekasan Temukan Kasus Perdagangan Orang

Reporter:

Selasa, 26 February 2019 00:58 UTC

PPTP3A Pamekasan Temukan Kasus Perdagangan Orang

Ilustrasi.

JATIMNET.COM, Pamekasan – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP3A) Pamekasan masih menemukan tindak perdagangan orang di wilayah itu dengan korban perempuan dan anak di bawah umur.

"Ini berdasarkan temuan dan pendampingan di lapangan yang kami tangani kepada korban kasus kekerasan perempuan dan anak,” kata Koordinator Divisi Hukum PPTP3A Pamekasan Umi Supraptiningsih, Senin 25 Februari 2019.

Dosen Hukum Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura ini menjelaskan, warga yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang yang masih di bawah umur, yakni berusia 14 tahun.

Warga Pamekasan yang masih berusia 14 tahun dan menjadi korban awalnya terbujuk rayuan pacarnya. Ia kemudian mempercayakan sang pacar, dengan melakukan tindakan terlarang.

BACA JUGA: Kasus Kekerasan Seksual Seperti Fenomena Gunung Es

Dalam perkembangannya, si perempuan itu hamil dan ditinggal begitu saja. Bahkan pacarnya tega menjual si perempuan di bawah umur kepada orang lain dan teman-teman pelaku.

Menurut catatan PPTP3A, kasus perdagangan orang yang menimpa perempuan berusia 14 tahun tersebut, merupakan satu dari 38 kasus kekerasan seksual pada anak yang ditangani PPTP3A Pamekasan dalam kurun waktu 2017 hingga hingga Februari 2019.

Pada 2017, terdapat 22 kasus, tahun 2018 sebanyak 15 kasus dan mulai Januari hingga minggu ketiga Februari 2019, tercatat satu kasus kekerasan seksual pada anak.

Umi yang juga mantan aktivis Korp HMI-Wati (Kohati) Jember ini menuturkan, secara kualitas, jumlah kekerasan seksual pada anak di Pamekasan cenderung menurun. Akan tetapi, secara kualitas justru meningkat.

BACA JUGA: Angka Kekerasan Anak Di Bojonegoro Mencapai 803 Kasus

“Jika dulu kekerasan seksual pada anak di bawah umur dilakukan pacarnya berduaan, kini berkembang dengan melibatkan orang lain hingga diperdagangkan kepada teman-temannya,” kata Umi.

Umi mengakui menghapus secara langsung praktik kekerasan seksual pada anak ini tidak gampang. Akan tetapi, jika dilakukan secara masif dengan melibatkan semua unsur terkait, ia yakin bisa ditekan.

Sinergi pengawasan antara pihak sekolah dengan orang dan masyarakat penting dilakukan. Mengingat kasus kekerasan seksual pada anak telah menjadi tanggung jawab sosial.

“Jika di sekolah tentu menjadi tanggung jawab sekolah, jika di rumah orang, dan di luar itu, adalah tanggung jawab kita semua,” kata Umi, menjelaskan. (ant).