Logo

PPK PDAM Bantah Peras Korban

Reporter:,Editor:

Selasa, 02 July 2019 15:37 UTC

PPK PDAM Bantah Peras Korban

DAPAT SETORAN. Terdakwa sidang kasus dugaan pemerasan PDAM membenarkan menerima transfer sebanyak delapan kali dari pelapor senilai Rp 900 juta pada sidang di Pengadilan Tipikor, Selasa 2 Juli 2019. Foto: M.Khaesar Glewo.

JATIMNET.COM, Surabaya – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari PDAM Surya Sembada, Retno Tri Utomo membantah telah memeras Direktur Utama PT Cipta Wisesa Bersama, Candra Arianto senilai Rp 900 juta.

Bantahan itu disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan agenda keterangan saksi, Selasa 2 Juli 2019. Selepas sidang, Retno bejanji membeber bukti-bukti bahwa pelapor yang mendatanginya dengan menawarkan uang, yang disebut sebagai uang operasional.

“Dia (Candra) yang datang duluan, saya punya bukti. Dia yang menawarkan pada saya (uang) untuk operasional,” ujarnya.

BACA JUGA: Saksi Tak Datang, Sidang Pejabat PPK PDAM Ditunda

Meski demikian, dia tidak menampik telah diberi uang senilai Rp 900 juta melalui delapan kali transfer pada 2017. Namun Retno membantah uang tersebut disebut sebagai fee.

“Saya tidak tahu istilah tepatnya. Yang jelas, saya telah menerima uang itu, dan sudah dipergunakan untuk operasional,” tukasnya.

Sejalan dengan itu, pelapor yang tengah mengerjakan proyek akan diberi surat peringatan (SP), karena proyek yang dikerjakan tidak sesuai kesepakatan pada 2018. SP itu disiapkan karena pengerjaannya tidak sesuai spek (spesifikasi proyek).

BACA JUGA: Pejabat PDAM Surya Sembada Jalani Tahap Dua di Kejaksaan

“Saya sempat mengeluarkan dua kali SP, tetapi saya sempat dinego. Saya bilang tidak usah, yang penting pekerjaannya benar. Bahkan, pada 2018 ia mau menyuap supaya tidak ada SP, tapi SP tetap saya keluarkan,” Retno menjelaskan.

Kuasa hukum Retno, Yun Suryotomo mengatakan, uang Rp 900 juta yang dituduhkan sebagai pemerasan, bukan inisiatif terdakwa. Ia menyebut pihak pelapor yang menawarkan. “Lazimnya seperti itu. Hampir semua proyek kan seperti itu,” tegasnya.

Namun ia menegaskan kasus ini terasa janggal, mengingat setelah delapan kali transaksi baru dilaporkan. Dia juga menilai kasus ini sudah masuk ranah gratifikasi.

“Kalau memang dianggap tidak benar, kenapa baru dibuka sekarang. Kenapa pada saat awal-awal tidak dibuka," tandasnya.