Sabtu, 07 September 2019 07:54 UTC
PANGGILAN KEDUA. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan berbicara di depan wartawan pada Sabtu 7 September 2019. Polisi melayangkan surat panggilan kedua untuk Veronica Koman. Foto: Khaesar.
JATIMNET.COM, Surabaya – Kepolisian Daerah Jawa Timur melayangkan surat pemanggilan kedua pada Veronica Koman, aktivis hak asasi manusia dan pengacara publik yang dituduh menjadi provokator kerusuhan di Papua akhir Agustus lalu.
"Kami sudah mengirimkan surat kedua,” kata Kepala Polda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan pada wartawan, Sabtu 7 September 2019.
Surat pemanggilan itu, lanjut dia, dikirimkan ke alamat dua rumah Veronica. Di Jakarta Barat dan Jakarta Timur. “Kami sudah mendatangi dua rumah tersangka untuk mengirimkan surat tersebut," ucapnya.
BACA JUGA: Aktivis HAM Jadi Tersangka Dugaan Provokasi di AMP
Tapi, Veronica tak ada di rumah. Menurut Luki, ia kini berdiam di luar negeri bersama suami. Meski demikian, Luki enggan menyebut negara tempat Veronica tinggal. “Yang pasti ada di negara tetangga yang terdekat," ucapnya.
Selain mengirim surat pemanggilan, polisi melakukan upaya lain agar Veronica datang memenuhi pemeriksaan. Luki mengatakan keluarga juga membantu mendatangkan Veronica ke Indonesia. "Kami berharap tersangka kooperatif untuk memenuhi panggilan Polda Jatim," beber Luki.
Polisi menetapkan Veronica sebagai tersangka pada 4 September 2019, yang segera menyulut protes aktivis demokrasi di penjuru Tanah Air. Mereka menilai penetapan status tersangka pada Veronica sebagai upaya kriminalisasi atas kemerdekaan berpendapat.
BACA JUGA: Tetapkan Veronica Tersangka, Amnesty International Sebut Polda Jatim Lakukan Kriminalisasi
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut polisi ‘salah alamat’.“Kalau tuduhan polisi adalah Veronica memprovokasi maka pertanyaan yang harus dijawab oleh polisi adalah siapa yang telah terprovokasi untuk melanggar hukum akibat dari postingan Veronica di Twitter tersebut?” tulisnya dalam siaran pers yang diunggah laman di Amnesty.id, Rabu 4 September 2019.
Menurut Usman, penetapan Veronica sebagai tersangka dalam kasus ini justru memperlihatkan pemerintah dan aparat gagal memahami akar masalah dan kekerasan di Papua.