Senin, 04 August 2025 08:20 UTC
Polda Jatim dan Polresta Sidoarjo menggelar konferensi pers terkait produksi beras oplosan di Sidoarjo, Senin, 4 Agustus 2025. Foto: Humas Polda Jatim
JATIMNET.COM, Surabaya – Polda Jawa Timur bersama Satgas Pangan Polresta Sidoarjo membongkar praktik produksi beras premium tidak sesuai standar mutu yang mencantumkan label SNI dan halal secara tidak sah. Polisi menetapkan pemilik perusahaan berinisial MLH sebagai tersangka.
MLH memproduksi beras oplosan sejak tahun 2023 dengan nama usaha dan merek CV Sumber Pangan Grup (SPG) di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo.
"Kasus ini terbongkar setelah petugas menemukan produk beras premium merek SPG dengan kualitas mencurigakan," kata Kapolda Jawa Timur Irjen Nanang Avianto, Senin, 5 Agustus 2025.
Kecurigaan itu membuat Satgas Pangan Polresta Sidoarjo melakukan uji mutu di Bulog Surabaya dan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Disperindag Jatim. Hasilnya, beras tersebut tidak memenuhi standar SNI untuk kategori premium.
"Beras merek SPG terbukti diproduksi dengan mencampurkan beras kualitas medium dengan beras pandan wangi untuk menghasilkan aroma khas," kata Nanang.
BACA: Cara Culas Korupsi Dana Beras
Nanang menjelaskan pengungkapan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk menindak tegas pelanggaran terhadap mutu beras dan kecurangan dalam distribusi pangan nasional.
“Pengoplosan beras ini sangat merugikan masyarakat dan dapat menurunkan kepercayaan terhadap produk pangan nasional," kata Nanang.
Proses pencampuran itu dilakukan secara manual dengan rasio 10 banding 1, tanpa melalui sertifikasi mutu maupun sertifikat halal yang sah. Selain itu, mesin produksi yang digunakan oleh CV SPG tidak pernah diuji kelayakannya oleh instansi terkait.
“Kami juga sudah memeriksa enam saksi, dua ahli dari BSN dan Disperindag Provinsi, serta menyita hasil uji lab sebagai barang bukti,” ujar Nanang.
Nanang menegaskan Polri akan terus berkomitmen menindak segala bentuk penyimpangan demi melindungi konsumen.
BACA: Korupsi Dana CSR Beras, Pejabat Pemdes dan BPD nonaktif Desa Roomo Divonis Berbeda
Polisi bersama tim gabungan juga menyita total 12,5 ton beras dalam berbagai bentuk dan kemasan, serta peralatan produksi dan dokumen pendukung lainya.
CV SPG memiliki mesin sebanyak 3 unit dengan kapasitas produksi per jam 2 ton beras premium oplosan. Dalam sehari dapat memproduksi maksimal 12 ton sampai 14 ton beras oplosan.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan tiga peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman 3 tahun penjara atau denda maksimal Rp6 miliar, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dengan ancaman penjara 5 tahun atau denda hingga Rp35 miliar.
Nanang meminta seluruh pelaku usaha pangan agar tidak melakukan praktik manipulasi mutu. Sehingga pelaku usaha pangan memastikan seluruh proses produksi memenuhi standar mutu nasional dan ketentuan hukum yang berlaku.
Penegakan hukum ini diharapkan menjadi peringatan tegas agar tidak terjadi pelanggaran serupa.
"Polri tetap konsisten mendukung terwujudnya ekosistem pangan yang sehat, adil, dan transparan, demi tercapainya Indonesia Emas 2045," kata Nanang.
BACA: Pemkot Probolinggo Salurkan 342.640 Kilogram Beras untuk 17.132 KPM
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Iwan S menyampaikan hasil pengujian laboratorium terhadap sampel beras yang dikirimkan Polresta Sidoarjo sudah.
Dari dua sampel beras dengan kemasan 5 kilogram dan 25 kilogram menunjukkan beras tersebut masuk kategori medium, tidak sesuai dengan label premium yang tertera.
"Kami berkomitmen untuk bersinergi dengan kepolisian dan instansi terkait guna melindungi konsumen dari produk beras oplosan," kata Iwan.
Menurutnya, beras adalah bahan pokok yang sangat penting, sehingga kualitas dan harga harus sesuai standar yang berlaku.