Minggu, 06 October 2019 09:20 UTC
MERAWAT TRADISI. Salah satu peserta Mocoan Lontar Yusuf (MLY) Banyuwangi membaca Lontar Yusuf dalam acara mocoan semalam suntuk, Sabtu 5 Oktober 2019. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Sekitar 30 pemuda di Banyuwangi merawat tradisi Mocoan Lontar Yusuf dengan berlatih dua pekan sekali. Selama setahun belakangan, satu per satu peserta yang biasa ikut membaca terus berkurang.
Komunitas yang diberi nama Mocoan Lontar Yusuf Milenial (MLY Milenial) ini terus bertahan meski banyak anggota yang mundur teratur.
Inisiator MLY Milenial Wiwin Indiarti mengatakan, para peserta yang tidak aktif beralasan sedang sibuk bekerja atau berbenturan dengan agenda lain hingga sering tak hadir. Peserta lainnya yang sebelumnya terlihat aktif juga ikut-ikutan melemah semangatnya hingga tersisa 13 orang termasuk para mentor.
"Tapi kami punya yang militan. Semangatnya mengharukan. Yang serius mengikuti kami tahulah, walaupun kadang mungkin ada yang izin," kata Wiwin, dalam acara MLY semalam suntuk untuk memperingati setahun mocoan milenial, Sabtu 5 Oktober 2019.
BACA JUGA: Rumah Baca Perlu Penataan dan Perencanaan Agar Tak Layu
Menurutnya, tradisi Mocoan Lontar Yusuf di Banyuwangi telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Menyusul lainnya Janger, Seblang Bakungan, Seblang Olehsari, Seblang Bakungan, dan Keboan Aliyan.
Lontar Yusuf terdiri atas 593 bait kisah Nabi Yusuf yang ditulis menggunakan tulisan pegon atau berbahasa Jawa dengan aksara Arab (Hijaiyah). Mocoan adalah kegiatan membaca Lontar Yusuf dengan cara menembang tanpa alat musik atau pengiring lainnya.
"Sudah ditetapkan warisan budaya tak benda tapi kondisinya begini. Memang tidak mudah. Padahal dikatakan sebagai warisan tak benda karena memang karena diwariskan seperti ini," kata dosen Fakultas Bahasa Universitas PGRI Banyuwangi itu.
Wiwin mengaku sedang mempersiapkan pelatihan MLY Milenial tahap kedua untuk menambah kalangan muda yang mau dan mampu mocoan. Tak hanya pria, wanita juga diterima yang terbukti mulai diterima masyarakat Using setahun terakhir.
BACA JUGA: Komunitas Sengker Kuwung Belambangan Kembangkan Kamus Bahasa Using Daring
Tokoh Adat Masyarakat Using Desa Adat Kemiren Banyuwangi, Adi Purwadi, mengatakan mocoan menjadi bagian tradisi yang dilestarikan Suku Using. Dikatakannya, saat ini di Kemiren ada dua kelompok mocoan rutin yakni golongan tua dan muda, di luar MLY Milenial.
Lelaki yang biasa disapa Kang Pur ini mengatakan, saat kakek dari kakeknya masih kecil, mocoan telah dilaksanakan secara rutin dan menjadi bagian penting hajatan di Desa Kemiren. Bahkan dahulu dia yakin semua Desa Using juga melestarikannya, meski kini tinggal yang berada di sekitar Kecamatan Glagah yang melestarikannya.
"Lontar ini isinya cerita Nabi Yusuf mulai lahir hingga menjadi raja. Pesannya secara singkat tidak ada keberhasilan yang tiba-tiba tapi dari kerja keras," kata Kang Pur.
Uniknya, Lontar Yusuf sebetulnya karya tulis berbahasa Jawa, bukan Bahasa Using asli Banyuwangi. Kang Pur mengatakan, Using adalah masyarakat yang memegang teguh menguri-uri atau melestarikan kebudayaan dan tradisi, bahkan yang bukan bersumber dari kalangan sendiri.
