Senin, 30 September 2019 09:51 UTC
Anggota Satlantas Polres Banyuwangi membimbing anak-anak beraktivitas di sekitar Kendaraan Perpustakaan Keliling dalam acara bakti sosial HUT Lalulintas 2019. Foto: Ahmad Suudi.
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Founder Rumah Literasi Indonesia (RLI) Tunggul Harwanto menjelaskan telah ada lima rumah baca di Banyuwangi yang muncul kemudian tutup. Atas dasar itulah RLI mendorong aktivis rumah baca untuk segera menyusun perencanaan yang lebih matang.
Perencanaan tersebut untuk menghindarkan rumah baca atau perpustakaan masyarakat tutup. Perencanaan itu sekaligus meningkatkan minat baca di Indonesia. Sebab dalam laporan Unesco pada 2012, hanya 250 ribu atau 0,001 persen yang memiliki minat baca dari 250 juta penduduk Indonesia.
“Kalau tidak, banyak rumah baca yang tidak tahu tujuan kegiatannya, minimal lima tahun ke depan,” kata Tunggul setelah mengisi acara Safari Gerakan Gemar Membaca di Banyuwangi, Senin 30 September 2019.
BACA JUGA: Genjot Literasi, Pemkot Surabaya Tambah 66 Taman Bacaan Masyarakat
Selain menghindari kelayuan, perencanaan bisa menjaga semangat anak-anak dan mengukur dampak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Pasalnya tidak hanya membaca buku, taman baca harus bisa menyediakan kegiatan-kegiatan lain dengan tujuan pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Penyusunan perencanaan, lanjut Tunggul, bisa dilakukan dengan pertemuan tiga bulan sekali dengan para relawan. Di sana digali masalah yang dilihat oleh banyak mata itu, hingga penyelesaiannya dimasukkan dalam target kegiatan rumah baca.
“Dari sana kita bisa buat perencanaan apa yang dibutuhkan. Supaya rumah baca tidak hanya urusi buku, tetapi juga kemajuan teknologi, permasalahan sosial, dan agar kemampuan anak-anak tumbuh diasah di rumah baca," Tunggul menjelaskan.
BACA JUGA: Perbanyak Literasi, Sejumlah Perguruan Tinggi Malang Gelar Lapak Baca
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus Perpusnas, Nurhadi Saputra mengatakan Indonesia memiliki jumlah perpustakaan terbanyak dari negara-negara lain. Namun kualitas perpustakaan masih memprihatinkan, terutama di Indonesia bagian timur.
Dikatakannya menjadi program pemerintah tahun ini mendampingi 300 perpustakaan desa di berbagai daerah menjadi perpustakaan inklusif. Dia mencontohkan di Kabupaten Gunung Kidul ada perpustakaan inklusi yang mendampingi masyarakat sekitar membangun usaha makanan olahan.
“Kami berharap stimulan-stimulan yang kami berikan ke provinsi ataupun kabupaten, tumbuh inisiatif dari mereka untuk mengembangkan minat baca,” kata Nurhadi.