Kamis, 19 September 2019 15:08 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Gresik - Banding yang dilakukan mantan Plt Kepala BPPKAD Gresik, M Mukhtar dalam kasus korupsi membuat jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik mengalami kendala dalam pengembangan penyidikan. Apalagi kasusnya belum ada kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Adapun kendala pengembangan penyidikan ini pada eksternal. Yakni terdapat ada pihak yang ikut menerima dan penentu aliran dana hasil pemotongan jasa pungut insentif pegawai yang tanpa memiliki dasar hukum.
Pengembangan penyidikan itu muncul setelah Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Dede Suryaman memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik saat di persidangan vonis M Mukhtar.
"Kami tengah melayangkan memori banding ke Pengadilan Tipikor Surabaya, karena terdakwa mengajukan banding," terang Kasi Pidsus Kejari Gresik, Andrie Dwi Subianto dihubungi, Kamis 19 September 2019.
BACA JUGA: Mantan Plt Kepala BPPKAD Gresik Divonis Empat Tahun
Tidak hanya itu, Andrie sendiri juga akan berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik yang selaku sebagai pimpinannya. Pasalnya pengembangan penyidikan yang diperintahkan hakim belum inkrah. "itu menunggu inkrah," katanya.
Sementara, kuasa hukum M Mukhtar, Bagus Sudarmono mengakui telah melakukan banding untuk kliennya. "Benar, kami telah mengirim akta banding itu pada Rabu (18 September 2019), sementara saat ini masih menyusun memorinya," kata saat dihubungi Jatimnet.com melalui pesan singkat.
BACA JUGA: Pegawai Ditangkap Jaksa, Layanan Publik Badan Keuangan Gresik Terhenti
Diketahui M Mukhtar adalah mantan Plt Kepala BPPKAD Gresik divonis empat tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dan melanggar Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 ayat (1), huruf b, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Mukhtar juga didenda Rp 200 juta subsidair dua bulan dan diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar, dikurangi pengembalian para penerima aliran dana rp 167 juta dan dikurangi uang hasil OTT Rp 157 juta karena tidak bisa dipertanggungjawabkan.