Logo

Pemerintah Alokasikan Rp 7,7 Triliun untuk Peringatan Dini Bencana

Reporter:,Editor:

Sabtu, 13 July 2019 07:55 UTC

Pemerintah Alokasikan Rp 7,7 Triliun untuk Peringatan Dini Bencana

EKSPEDISI. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo saat melepas Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) di Pantai Boom Banyuwangi, Jumat 12 Juli 2019. Foto: Ahmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi - Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 7,7 triliun untuk pengadaan dan pemasangan alat peringatan dini bencana skala nasional.

Sistem peringatan dini tersebut harus terintegrasi mulai pusat hingga level daerah, yang menjadi bagian dari arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana (PB) di Surabaya, Sabtu 2 Februari 2019.

Kepada Jatimnet, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo mengatakan dalam pelaksanannya pihaknya mendapatkan tugas sebagai koordinator.

Di antaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan komponen kelembagaan lain tengah merancang sistem terintegrasi tersebut.

BACA JUGA: Indonesia Peringkat Pertama Korban Jiwa Terbanyak Karena Bencana

"Untuk 5 tahun ke depan pemerintah sudah mengalokasikan dana yang cukup besar yaitu Rp 7,7 triliun, kami diminta untuk mengkoordinir lembaga-lembaga yang merancang sistem peringatan dini," kata Doni setelah melepas Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami di Pantai Boom Banyuwangi, Jumat 13 Juli 2019.

Dalam perancangan sistem tersebut, pemilihan lokasi dengan ancaman sangat tinggi dan padat penduduk menjadi pertimbangannya, bersama lembaga-lembaga lain yang terkait. Daerah-daerah prioritas akan diutamakan. Pasalnya, dengan besaran anggaran itu, tidak mungkin mencukupi kebutuhan pemasangan alat peringatan dini di semua daerah.

Doni belum memberikan kapan pastinya sistem itu selesai terbangun, namun dia berharap akan selesai secepat mungkin. Disinggungnya pula bahwa beberapa lembaga di dalam dan luar negeri akan memberikan bantuan.

"Pemerintah tentunya ingin mendapatkan teknologi yang terbaik sehingga seluruh wilayah nasional kita yang rawan tsunami, baik itu di pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa dan sebagian besar Indonesia bagian timur itu semuanya mendapatkan akses terhadap sistem ini," kata dia.

BACA JUGA: 584 Desa di Jawa Jadi Target Ekspedisi Destana Tsunami BNPB

Begitu juga gedung evakuasi tsunami atau shelter yang sebagian sudah dibangun, namun tidak bisa seluruh wilayah rawan mendapatkannya karena membutuhkan anggaran yang sangat besar. Ekspedisi Destana Tsunami yang digelar juga menjadi opsi lain upaya mengurangi korban nyawa masyarakat bila terjadi tsunami.

"Kalau kita akan membangun semua wilayah dengan shelter berharga sekian miliar rupiah per unit, berapa besar uang negara yang akan habis. Langkah ekspedisi ini juga untuk memberitahukan kepada masyarakat di bawah, kalau ada kejadian gempa besar, maka mereka harus bisa meninggalkan tempat dan mencari tempat yang aman dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar kawasan," papar Doni.

Di Indonesia, kata dia, potensi tsunami ada di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa dan bagian timur Indonesia dimulai dari Sulawesi, yang semuanya pernah mengalami gempa dan tsunami. Ekspedisi Destana kali ini hanya digelar di desa pesisir selatan Pulau Jawa, karena salah satu faktornya persiapan yang mereka buat untuk tahun ini ada di Pulau Jawa. "Nanti akan beralih ke pulau-pulau lainnya," janji Doni.

BACA JUGA: Petabencana.id Milik BNPB Diganjar Penghargaan dari PBB

Dalam laporannya pada pelepasan program ekspedisi, Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB Lilik Kurniawan menyampaikan Indonesia memiliki 5.744 desa dan kelurahan yang memiliki kerawanan tsunami dari sedang hingga tinggi. Sejumlah 584 desa dan kelurahan, berada di pesisir selatan Jawa dan menjadi sasaran Ekspedisi Destana Tsunami kali ini.

Ekspedisi yang akan berlangsung selama 34 hari ini mulai di Banyuwangi menuju arah barat dan melewati 24 kabupaten di 5 provinsi hingga sampai di Kota Serang, Banten. Pentahelix dari unsur pemerintah, dunia usaha, pakar, media, dan akademisi itu akan tinggal di setiap desa sasaran dan berbaur dengan masyarakat untuk mengintervensi agar tangguh bencana sesuai standar SNI 8357:2017.

"Desa tersebut diintervensi menjadi desa kelurahan tangguh bencana, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Sehingga penting untuk mengajak Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk memastikan standar ini dilaksanakan di daerah," kata Lilik.