
Reporter
Ahmad SuudiSabtu, 13 Juli 2019 - 01:20
Editor
Hari Istiawan
TINJAU. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo meninjau Pantai Boom Banyuwangi, sebelum melepas Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana), Jumat 12 Juli 2019. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo mengungkapkan, Indonesia menjadi negara peringkat pertama dengan jumlah korban jiwa terbanyak karena bencana pada 2018.
Dari data kebencanaan di laman resmi BNPB, korban meninggal atau hilang karena bencana tahun 2018 mencapai 3.874 jiwa, di antaranya dalam kejadian gempa bumi di Lombok, serta tsunami dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah.
Doni mengatakan Indonesia memang termasuk negara dengan potensi ancaman bencana tertinggi di Dunia dengan total 180.000 korban jiwa karena bencana 20 tahun terakhir. Jumlah terbesar di dalam negeri disebabkan tsunami di Aceh, 26 Desember 2004, dimana total orang meninggal atau hilang karena bencana tahun itu mencapai 166.388 orang.
BACA JUGA: 584 Desa di Jawa Jadi Target Ekspedisi Destana Tsunami BNPB
"Kalau masyarakat tahu bahwa ketika ada gempa besar, berpotensi tsunami, berarti harus mengambil langkah-langkah penyelamatan. Artinya kemungkinan besar korbannya tidak akan sebesar itu," kata Doni sebelum melepas Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Desatana) di Pantai Boom Banyuwangi, Sabtu 13 Juli 2019.
Sementara jumlah korban bencana paling tinggi Dunia adalah Haiti di Kepulauan Karibia, di mana dalam kurun waktu yang sama kehilangan 250.000 jiwa karena bencana. Sedangkan selama 19 tahun terakhir, lebih dari 1,3 juta jiwa meninggal sebagai korban bencana di dunia.
Jumlah itu dikatakan Doni melampaui jumlah korban konflik senjata di banyak negara terutama di Timur Tengah.
Dia melanjutkan tsunami di Aceh dalam penelitian yang telah dilakukan, sudah terjadi 4 kali sebelumnya sehingga sangat mungkin akan terjadi lagi ratusan atau ribuan tahun mendatang.
BACA JUGA: Lima Hari Lagi, Gerhana Bulan Parsial Bisa Diamati di Indonesia
Hal itu ditunjukkan lapisan sedimentasi tanah di pantai Barat Aceh yang secara berurutan berusia 7.500 tahun paling bawah, 5.400 tahun, 3.500 tahun dan 2.800 tahun berada paling atas. Sementara kejadian terbaru pada tahun 2004 juga turut menambah lapisan sedimen tersebut.
"Artinya apa? Periodesasinya adalah sekitar 2.000 tahun," ungkap Doni.
Demikian juga di daratan selatan Pandeglang, Banten, yang menghadapi tsunami tahun lalu, berhasil ditemukan lapisan karang berusia 3.000 tahun, 1.600 tahun dan 300 tahun yang menunjukkan pada tahun itu pernah terjadi tsunami.
Benda laut yang diperkirakan seberat 10 ton itu diperkirakan diboyong gelombang tsunami hingga ratusan meter dari bibir pantai, yang menunjukkan kuatnya daya dorong gelombang saat itu.
BACA JUGA: Petabencana.id Milik BNPB Diganjar Penghargaan dari PBB
Doni mengatakan tsunami bisa dibilang merupakan mesin pembunuh nomor satu di Dunia. Dia memperkirakan korban meninggal karena tsunami di seluruh Dunia, termasuk Indonesia dan Haiti, mencapai 500 ribu jiwa. Tidak hanya kecepatan laju air, material yang dibawanya juga berbahaya bagi manusia.
Dalam berbagai riset yang telah dilakukan pakar, kata dia, menunjukkan kecepatan gelombang tsunami 700 kilometer per jam. Sementara kemampuan paling maksimal kecepatan lari manusia 20 kilometer per jam. Karena mengandung material benda keras dengan kecepatan tinggi, tsunami meski hanya setinggi 1 meter dari tanah, tetap bisa membunuh korbannya.
Karenanya, pembangunan sistem mitigasi dan sosialisasi penyelamatan diri saat terjadi bencana, kepada masyarakat sangat penting. Dalam sosialisasi yang dilakukan dalam program Ekspedisi Destana Tsunami, dia berharap peserta menjelaskan cara menyelamatkan diri dari tsunami secara sederhana kepada masyarakat. Desa yang menjadi sasaran sosialisasi juga harus dikenali potensi kearifan lokal masing-masing.
BACA JUGA: BNPB Perkirakan Kemarau Ekstrem Terjadi di Sebagian Jawa Timur
"Ajarkan materi kesiapsiagaan secara sederhana, jangan bersifat teoretis, misalnya saat ada gempa besar berturut-turut 30 detik. Jangan pikir panjang tunggu alarm atau sirene. Kurang dari tiga menit harus tinggalkan bibir pantai, lari ke daerah setinggi 30 meter. Kalau tidak menemukan tempat yang tinggi, gunakan kearifan lokal, mungkin ada pohon di sana yang bisa digunakan berlindung atau mencari selamat," paparnya.
Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB Lilik Kurniawan menjelaskan di Indonesia terdapat 5.744 desa dan kelurahan di wilayah pesisir yang memiliki kerawanan tsunami dari sedang hingga tinggi. Sebanyak 584 di antaranya berada di selatan Jawa dan menjadi sasaran Ekspedisi Destana Tsunami kali ini.
Ekspedisi yang akan berlangsung selama 34 hari ini diawali dari Banyuwangi berurutan menuju ke barat melewati 24 kabupaten di 5 provinsi hingga sampai di Kota Serang, Banten. Pentahelix dari unsur pemerintah, dunia usaha, pakar, media, dan akademisi itu akan tinggal di desa berbaur dengan masyarakat untuk mengintervensi desa agar tangguh bencana sesuai standar SNI 8357:2017 bekerjasama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN).
"Harapan kami ekspedisi ini menjadi model agar bisa dilakukan di daerah lain dengan berbagai potensi bencana seperti banjir, longsor, dan tsunami," ujar Lilik.