Jumat, 31 October 2025 09:00 UTC
Ketua KOMPAS Jombang, Handy Gambit saat bersama Cabang Olahraga Perbakin Jombang meraih medali di Porprov Jatim ke IX di Malang. Foto: Dok pribadi
JATIMNET.COM, Jombang - Di balik kemeriahan peringatan Hari Jadi Pemerintah ke-115 Kabupaten Jombang, suara kritis para pegiat sejarah justru mengingatkan ancaman kelestarian aset budaya kota ini. Komunitas Pelestari Sejarah (KOMPAS) Jombang menilai banyak situs bersejarah yang terbengkalai dan identitas lokal yang kian memudar.
Hal itu diutarakan oleh Muchammad Handy Eka atau akrab disapa Gambit selaku Ketua KOMPAS Jombang dengan tegas menyuarakan keprihatinannya. Ia menilai banyak situs bersejarah di Jombang yang terbengkalai dan mulai dilupakan masyarakat. Ia menegaskan bahwa pelestarian sejarah tak cukup hanya dengan menjaga candi atau prasasti, tetapi juga mencakup bangunan tua dan tempat bersejarah yang merekam perjalanan panjang kabupaten ini.
“Cerita perjuangan di Jombang sudah jarang sampai ke generasi muda. Ini darurat pelestarian sejarah. Rumah-rumah tua, jembatan, bahkan pasar tradisional punya kisah yang membentuk wajah Jombang hari ini,” ujar Gambit saat ditemui di salah satu warkop di Jombang, Jumat 31 Oktober 2025.
BACA: Revisi Zonasi Kawasan Cagar Budaya Trowulan Dimatangkan
Sebagai pemerhati sejarah, Gambit juga mengulas kembali perjalanan terbentuknya Kabupaten Jombang. Menurutnya, pada 1897, pemerintah kolonial membentuk distrik ketiga di utara Sungai Brantas bernama Distrik Mojodadi, yang meliputi wilayah Ploso, Bunder (kini Plandaan), Kabuh, dan Keboan (sekarang Ngusikan).
Sebelumnya, pemisahan wilayah Jombang dari Mojokerto dimulai melalui Surat Keputusan No. 90 tanggal 20 Maret 1881. Surat tersebut menetapkan pembentukan struktur Asisten Residen Afdeling Mojokerto dan Jombang.
“Perkembangan industri waktu itu justru memunculkan banyak masalah, mulai dari pencurian, pembakaran lahan tebu, hingga produksi arak ilegal. Karena itu, pemerintah kolonial akhirnya memutuskan untuk memisahkan Jombang dari Mojokerto demi menjaga stabilitas keamanan,” jelasnya.
Gambit menambahkan, momentum Hari Jadi Jombang seharusnya menjadi pengingat penting agar masyarakat dan pemerintah daerah lebih menghargai jejak sejarah yang membentuk identitas Jombang.
BACA: Bukan Agama, Kapribaden: Jalan Laku Mengenal Diri dan Menyatu dengan Tuhan
“Perayaan hari jadi jangan hanya seremonial. Ini harus jadi titik balik untuk menyelamatkan identitas budaya Jombang sebelum semuanya hilang,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gambit menjelaskan bahwa melalui Besluit Nomor 553 tertanggal 21 Oktober 1910, Jombang resmi ditetapkan sebagai Regentschap mandiri.
“Bupati Jombang pertama dilantik di kediaman Asisten Residen Jombang karena pendopo kabupaten belum dibangun saat itu,” ujarnya.
Berdasarkan catatan sejarah, RAA Soeroadiningrat yang telah lama bertugas di Jombang sejak 1884 ditunjuk sebagai Bupati pertama. Ia dilantik langsung oleh Residen Surabaya pada Kamis, 1 Desember 1910, menandai babak baru dalam perjalanan pemerintahan Jombang.
