Sabtu, 18 December 2021 06:20 UTC
PEGIAT BURUH. Mohamad Kholili saat diumumkan mendapatkan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) 2021 secara daring dari Kemenlu, Jumat malam, 17 Desember 2021. Foto: Iim Fahmi for Jatimnet
JATIMNET.COM, Jember – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI kembali menggelar Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) 2021. Tahun ini, aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Jember yang juga pegiat perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Mohamad Kholili, terpilih meraih HWPA 2021.
Konsistensi Kholili selama bertahun-tahun memperjuangkan pelindungan bagi PMI di luar negeri khususnya PMI dari Jember dan sekitarnya dianggap dewan juri layak meraih award.
Perjuangan kemanusiaan itu telah dilakukan Kholilil sejak tahun 2002 hingga kini. Penghargaan HWPA 2021 diserahkan Menteri Luar Negeri Retno PL Marsudi pada Malam Penganugerahan HWPA 2021 secara daring kepada Kholili pada Jumat malam, 17 Desember 2021. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember ini menjadi salah satu dari 26 penerima HWPA 2021 setelah diseleksi dari 90 orang calon penerima.
“Alhamdulillah, penghargaan ini menjadi penyemangat bagi saya dalam memperjuangkan pelindungan bagi PMI Indonesia khususnya PMI asal Jember dan sekitarnya,” ujar Kholili yang saat dihubungi malam itu baru saja datang dari Desa Sumber Salak, Kecamatan Ledokombo, Jember, dalam rangka sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
BACA JUGA: Perekrutan Pekerja Migran ke Hongkong Kembali Dibuka, Harus Sudah Vaksin
Kegiatan sosialisasi ini digelar kelompok Sekolah Bok Ebok yang dimotori komunitas Tanoker dan para perempuan setempat yang pernah menjadi PMI. Kegiatan sosialisasi dikemas dalam bentuk pengajian dengan pemateri Kholili.
Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) adalah penghargaan tertinggi yang diberikan Menteri Luar Negeri RI kepada individu dan lembaga yang dipandang telah berkontribusi besar dalam upaya pelindungan WNI di luar negeri. Penghargaan ini mengambil nama mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda yang bertugas pada tahun 2001 hingga 2009. Beberapa kategori penghargaan dalam HWPA di antaranya kategori Kepala Perwakilan RI, Staf Perwakilan RI, Masyarakat Madani, Media, Mitra Kerja Perwakilan RI, Pelayanan Publik di Perwakilan RI, Mitra Kerja Kemenlu RI, dan Pemerintah Daerah.
Salah satu faktor yang membuat Kemenlu RI memberikan penghargaan bagi Kholili adalah konsistensinya menggunakan pendekatan agama dalam melindungi PMI. Sebagai contoh, Kholili berhasil membawa permasalahan PMI ke forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.
Kholili selama beberapa tahun memang aktif di lembaga yang melahirkan fatwa di NU tersebut. Alumnus Pendidikan Bahasa Arab UIN KH Achmad Shiddiq (KHAS) Jember ini juga aktif di Aswaja NU Center PCNU Jember. Aktif di Nahdlatul Ulama menyediakan landasan lebih luas bagi Kholili untuk menggunakan pendekatan agama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan PMI.
“Saat itu pada tahun 2016 ada kasus over charging dengan alasan untuk menutupi biaya penempatan PMI oleh penyalur PMI, padahal pemerintah melalui BNP2TKI sudah menetapkan aturan biaya penempatan. Maka, saya dan kawan-kawan meminta agar permasalahan yang merugikan PMI ini dibahas dalam kegiatan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur. Hasilnya digunakan sebagai referensi dan acuan bagi berbagai pihak termasuk pemerintah dalam memperbaiki kebijakan perlindungan PMI. Paling tidak dari sisi kajian agama sudah ada keputusan bahwa over charging tidak boleh dilakukan,” kata Kholili.
BACA JUGA: Habis Kontrak Kerja, Ratusan Pekerja Migran Pulang ke Ponorogo
Konsistensi Kholili menggunakan pendekatan agama dalam menyelesaikan permasalahan PMI rupanya diapresiasi banyak pihak. Tak heran jika kemudian dirinya dimintai pendapatnya dalam banyak masalah PMI. Seperti yang dilakukan DPRD Jawa Timur dalam menyusun raperda dan juga institusi lainnya. Sudah banyak produk kebijakan mengenai PMI yang dibidaninya. Bagi Kholili, pilihan membela dan memberdayakan PMI menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjalani ajaran Islam.
Bagi pria asli Jember ini, rasa empati dan kepekaan terhadap masalah sosial di sekitarnya sudah terasah semenjak kuliah di dan terutama saat nyantri di Pondok Pesantren Ilmu Quran (PIQ) Singosari, Malang, di bawah asuhan almarhum KH. Bashori Alwi.
“Waktu itu kiai saya memberi dawuh (nasehat), membantu menolong Pekerja Migran Indonesia (PMI) itu hukumnya fardu kifayah. Artinya, kalau ada satu kasus terhadap PMI dan tidak ada yang menolong, maka seluruh umat Islam di wilayah tersebut ikut menanggung dosa, " kata Kholili.
Nasihat sang guru itu pula yang mendorong Kholili selain mengajar mengaji, juga ikut memperjuangkan orang-orang yang dizalimi atau ditindas.
"Karena hal ini salah satu bagian intisari ajaran agama Islam yang jarang-jarang orang melakukan,” tutur bapak empat anak yang berencana membuka pesantren ini. Hasil tempaan pondok pesantren pula yang menginspirasinya untuk menggunakan pendekatan agama dalam menyelesaikan permasalahan PMI.
Salah satu yang sudah digagas Kholili adalah menyediakan rumahnya sebagai shelter bagi anak PMI. Anak-anak ini ada yang merupakan anak PMI yang terlantar gara-gara keluarganya di Indonesia tak mampu mengasuhnya akibat keterbatasan ekonomi.
Ada juga anak PMI yang tidak diinginkan, hasil hubungan di luar nikah hingga hasil perkosaan. “Mereka anak-anak tak berdosa yang harus diselamatkan masa depannya, mereka berhak atas pengasuhan layaknya di keluarga normal yang menjamin mereka mendapatkan kasih sayang,” ujarnya.
Kholili juga berupaya agar anak PMI mendapatkan pengasuhan dan kesempatan sekolah seperti anak-anak lainnya, termasuk didikan ala pesantren. "Saya berusaha menghadirkan sosok ayah dan ibu bagi mereka. Setelah orang tua mereka selesai bekerja di luar negeri, anak-anak ini saya kembalikan ke keluarganya. Sudah banyak yang kita asuh, bahkan salah satu anak asuh saya berprestasi hingga hapal Al Quran saat mondok di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Sayangnya semenjak pandemi Covid-19 melanda, untuk sementara shelter vakum,” kata pria yang tinggal di kawasan Mangli, Jember itu.
BACA JUGA: Sudah 46 Pekerja Migran Situbondo Dikarantina sebelum Pulang Kampung
Aktif di kepengurusan PCNU Jember beserta badan otonom yang ada menyediakan landasan lebih luas bagi Kholili untuk menggunakan pendekatan agama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di lingkup PMI. Apalagi organisasi sosial keagamaan seperti NU dikenal sejak lama sebagai organisasi sosial keagamaan yang lekat dengan berbagai permasalahan rakyat jelata. Mengabdi di NU bak kawah candradimuka bagi dirinya. Sebab, NU memiliki wilayah garapan yang luas mulai sosial, ekonomi, pendidikan, hingga politik kebangsaan selain masalah agama.
“NU dengan garis ajaran tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh saya yakini mampu menjadi dasar untuk meneropong berbagai permasalahan sosial untuk kemudian kita carikan solusinya,” katanya.
Menurutnya, banyak khazanah pemikiran ulama dalam kitab kuning yang bisa menjadi rujukan menyelesaikan berbagai masalah saat ini. Khusus dalam merumuskan setiap kebijakan, prinsip tashorroul imam 'ala roiyati, manutun bil maslahah atau kebijakan pemimpin atas rakyatnya harus didasarkan pada maslahah (kbaikan) yang lebih besar.
“Artinya, saat pemerintah menerbitkan kebijakan apapun termasuk di bidang buruh migran harusnya menempatkan perlindungan dan kemaslahatan bagi PMI kita di urutan pertama,” kata Kholili.
