Rabu, 09 January 2019 01:23 UTC
Ilustrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Pakar Hukum I Wayan Titip Sulaksana menilai penyidik tidak bisa menjerat pengguna jasa prostitusi online.
Menurut dia, prostitusi merupakan kejahatan tanpa korban. Artinya, tidak ada korban yang dirugikan dalam kasus prostitusi.
Wayan menyatakan hal ini terkait maraknya pemberitaan tertangkapnya artis VA dalam kasus prostitusi online baru-baru ini.
"Karena dalam undang undang, yang dapat dijerat itu germo atau muncikari, marketing-nya, dan penyedia tempat prostitusi online tersebut," ucapnya, Selasa, 8 Januari 2019.
Sedangkan pengguna jasa prostitusi maupun pekerja seks-nya tidak bisa dijerat hukum. "Prostitusi itu masuk dalam zina karena dilakukan di luar nikah," jelas Wayan Titip.
BACA JUGA: Begini Catatan Hitam Industri Prostitusi Online Kelas Atas
Wayan menerangkan zina ada tiga artian seperti vor nikasi yang merupakan hubungan seks di luar nikah. Ini tidak dapat dihukum pidana karena merupakan pelanggaran moral. "Contohnya mahasiswa dengan mahasiswa yang berhubungan seks itu tidak bisa dihukum tapi itu masuk pelanggaran moral," ucapnya.
Kedua, overspel yang merupakan perzinaan yang pelakunya memiliki suami atau istri. Kasus tersebut bisa dijerat hukum jika suami atau istri dari pasangan yang berzina dilaporkan ke polisi.
"Karena ini masuk dalam delik aduan atau harus ada pengaduan dari salah satu pasangan suami istri sah," jelasnya.
Ketiga, prostitusi yang pengguna jasanya maupun pekerja seksnya tidak dapat dijerat hukum. Namun germo atau muncikari, marketing dan penyedia tempat prostitusinya yang dapat dijerat hukum.
BACA JUGA: Pemberitaan Prostitusi Online, AJI: Lebih Mencari Sensasi, Minim Edukasi
Wayan Titip menilai konyol jika undang-undang prostitusi dapat menjerat penerima layanan prostitusi sebagai tersangka.
"Tidak ada landasan hukum yang tepat karena tidak ada yang dirugikan baik pekerja seks dan penerima layanan seks, termasuk negara tidak dirugikan," ucapnya.
Kendati prostitusi itu merupakan kejahatan tanpa korban. Namun keluarga yang akan menjadi korban terbesarnya. "Karena penerima layanan seks ini kemungkinan membawa penyakit ke keluarganya dan menularinya," jelasnya.
Terkait prostitusi online yang ramai diberitakan, Wayan Titip mencatat ada beberapa ketidakadilan. Seperti penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap pekerja seks tersebut adalah laki-laki dan bukan wanita atau polwan.
BACA JUGA: Pemkot Surabaya Harus Jeli Antisipasi Prostitusi Online
"Itu karena nantinya bisa keluar dari konteks penyidikan yang dilakukan," ucapnya.
Polisi tidak menampilkan pengguna layanan seks ke publik, namun hanya menampilkan pekerja seksnya saja ke publik. "Itu tidak pernah dilihatkan saat di persidangan," katanya.
Wayan Titip juga menilai prostitusi atau pelacuran tidak dapat dimusnahkan atau dihilangkan lantaran sudah ada sejak dahulu.
"Tapi bisa diminimalisir dengan memberikan pelatihan atau keterampilan dari pemerintah setempat," kata pria yang juga menjadi dosen di Universitas Airlangga Surabaya.
