Logo

Pemkot Surabaya Harus Jeli Antisipasi Prostitusi Online

Reporter:,Editor:

Selasa, 08 January 2019 10:50 UTC

Pemkot Surabaya Harus Jeli Antisipasi Prostitusi Online

Ilustrator: Gilas Audi

JATIMNET.COM, Surabaya - Anggota DPRD Kota Surabaya, Muhammad Mahmud mengingatkan kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk jeli mengantisipasi berkembangnya prostitusi online di Surabaya.

Mahmud mengatakan hal itu menyusul tertangkapnya dua artis ibu kota; VA dan AS karena diduga terlibat perkara prostitusi online.

“Pemkot tidak hanya memberantas yang kecil saja, ternyata teknologi bisa dimanfaatkan untuk bisnis esek-esek,” kata Mahmud saat ditemui di Gedung DPRD Surabaya, Selasa 8 Januari 2019.  

Politisi Partai Demokrat ini mendorong Satpol PP mengikuti perkembangan teknologi untuk pencegahannya. Dengan begitu, kegiatan prostitusi ini tidak bisa berkembang.

"Karena sesuai dengan perda, Satpol PP bertugas melakukan pencegahan. Sehingga satpol PP harus berperan aktif mencegah, baik bisnisnya maupun pelaku usahanya,” tandasnya.

BACA JUGA: Pemberitaan Prostitusi Online, Pakar Komunikasi: Kliennya Juga Harus Diungkap

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebenarnya juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Dalam pasal 37 ayat 2 diatur bahwa setiap orang dilarang menjadi penjaja seks komersial (PSK). Kemudian menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi PSK. Serta yang terakhir memakai jasa PSK.

Pelanggar perda ini diterangkan dalam pasal 44 dan pasal 46 dapat dikenakan berupa administrasi hingga Rp 50 juta. Terkait hal tersebut, Mahmud mengatakan, perda tersebut sifatnya pencegahan, dan penindakannya ada di kepolisian.

“Jadi kalau Satpol PP menemukan (pelanggaran), terus disampaikan ke polisi. Jadi yang dipakai adalah pasal KUH Pidana,” ujar Mahmud.

BACA JUGA: Pria Hidung Belang Bisa Kena Sanksi

Mahmud yang juga menjabat Ketua Badan Pembuat Perda DPRD Surabaya ini mengatakan pemkot tidak bisa memberikan sanksi berdasarkan perda tersebut. "Sanksi tidak berlaku dalam perda ini," katanya.

Menurut Mahmud, dalam kasus prostitusi, penanganannya bukan Satpol PP lagi, melainkan kepolisian dan pengadilan.

“Kalau yang mengurusi Satpol PP berlakunya tindak pidana ringan atau tipiring. Hanya denda administrasi, setelah itu dilepas. Makanya, setelah ditangkap diserahkan kepada kepolisian,” bebernya.

Termasuk juga penetapan status apakah PSK termasuk tersangka atau korban. "Hukum pidana yang berlaku dalam hal ini. Satpol PP hanya melakukan pendataan saja untuk kemudian diserahkan kepada kepolisian," kata Mahmud.