Selasa, 08 January 2019 14:19 UTC
Ilustrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM. Surabaya – Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menemukan adanya kekerasan dan eksploitasi perempuan dalam industri prostitusi online maupun offline.
Modusnya mulai dari permintaan fee dari orang terdekat hingga ancaman pembongkaran profesi. Terdapat 3.528 kasus kekerasan di ranah publik sepanjang 2017 dengan sejumlah kekerasan terjadi melalui jaringan prostitusi dunia maya.
“Eksploitasi perempuan terjadi di prostitusi online maupun offline,” kata Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komnas Perempuan Selasa 8 Januari 2019.
Dalam prostitusi offline setidaknya terdapat 17 lapis pungutan terselubung. Lewat penelitian di sebuah lokalisasi di Yogyakarta, ia menemukan bentuk pungutan mulai dari uang untuk tukang parkir ataupun pedagang rokok.
BACA JUGA: Ini Tarif Dua Artis Ibukota yang Terlibat Prostitusi Online
Tujuannya untuk memberikan keamanan bagi perempuan yang dilacurkan (pedila). “Asumsinya dia (pedila) itu kaya dan dapat duit, dan duit dibagi rata,” kata Wahyuni.
Hal serupa juga terjadi di prostitusi online kelas atas. Para artis ataupun model dijadikan sumber pemerasan.
Salah satu mekanismenya melalui persyaratan yang ketat serta iming-iming yang menggiurkan ketika hendak menjadi model atau artis.
Prinsip penundukan bekerja seperti yang dilakukan oleh pembeli terhadap pedila. Bedanya, pembeli menundukkan pedila dengan uang.
“Bahwa dengan melakukan sesuatu yang lebih, kamu (pedila) juga akan mendapat sesuatu yang lebih,” katanya.
Kemudian pemalakan muncul ketika pedila mulai bekerja. Ada banyak pihak yang meminta fee disertai ancaman.
Pungutan sering muncul dari orang terdekat dan teman lama yang mengenalkan pedila pada jaringan prostitusi atau pembeli tertentu.
Jika tidak diberi fee, mereka mengancam untuk membongkar profesi pedila. “(pedila) dijadikan mesin ATM penghasil uang,” katanya.
Tak hanya diperas, pedila juga rentan mengalami kekerasan secara fisik. Dalam kondisi berdua dengan pembeli di ruang sempit, pedila seringkali tak bisa melawan kehendak yang disertai ancaman.
BACA JUGA: Kronologi Penggerebekan VA di Kamar Hotel
Komnas mencatat kondisi ini juga berujung pada kematian bagi pedila. “Seperti kasus pembunuhan di Tebet (Pembunuhan Tata Cuby tahun 2015),” katanya.
Dalam catatan tahunan (Catahu), sepanjang 2017 Komnas mencatat terdapat 3.528 kasus kekerasan di ranah publik atau komunitas.
Kekerasan dalam ranah ini dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki hubungan kekerabatan.
Kekerasan seksual menempati jumlah terbanyak dengan 2.670 kasus, disusul kekerasan fisik sebanyak 466 kasus, kekerasan psikis sebanyak 198 kasus, dan trafficking sebanyak 191 kasus.
Sedangkan jenis kekerasannya meliputi pencabulan sebanyak 911 kasus, pelecehan seksual sebanyak 708 kasus dan perkosaan sebanyak 699 kasus.
Pada data yang sama, Komnas memberikan catatan khusus pada prostitusi online dan kekerasan perempuan di dunia maya.
Komnas menemukan prostitusi online berkedok agama di laman ayopoligami.com dan nikahsirri.com. Eksploitasi seksual anak perempuan di dunia maya pada laman lolly candy, dan eksploitasi tubuh perempuan di laman semprotku.com.