Selasa, 08 January 2019 12:19 UTC
Ketua Aliansi Jurnalis Indipenden (AJI) Surabaya Mifta Faridl. Foto: Ist
JATIMNET.COM, Surabaya – Ketua Aliansi Jurnalis Indipenden (AJI) Surabaya Mifta Faridl mengatakan sebagian besar pemberitaan prostitusi online tidak berprespektif gender.
Pernyataan itu disampaikan Faridl terkait pemberitaan tentang tertangkapnya dua artis ibu kota; VA dan AS karena diduga terlibat perkara prostitusi.
“Pemberitaan yang dilakukan teman-teman di lapangan justru mengorbankan korban untuk kedua kalinya,” katanya dihubungi Jatimnet.com, Selasa 8 Januari 2019.
Menurut Faridl, akibat pemberitaan yang terlalu menyudutkan, korban menerima label atau stigma negatif dari masyarakat.
Artinya, dua kali menjadi korban. Apalagi media kemudian menulis dengan jelas nama korban, lalu ramai-ramai memberitakan ranah privat yang seharusnya tidak disebarluaskan ke publik.
BACA JUGA: Kronologi Penggerebekan Prostitusi Online di Surabaya
“Ini bukan soal perempuan atau bukan perempuan, tapi ada ranah privat yang harus dihargai,” katanya. Faridl menampik jika berita yang disajikan oleh media merupakan permintaan masyarakat.
Menurut dia, selama ini masyarakat hanya sebagai konsumen media. “Ini tabiat media kebanyakan, bahkan media mainstream. Beritanya hanya mencari sensasi sehingga lupa dengan fungsi untuk memberi edukasi,” sesalnya.
BACA JUGA: Pemberitaan Prostitusi Online, Pakar Komunikasi: Kliennya Juga Harus Diungkap
Dia mengaku pesimistis pemberitaan berperspektif gender bakal dikedepankan. Orientasi media yang seksis dan perilaku jurnalis yang nir empati menjadi salah satu penyebabnya.
“Ini karena rendahnya literasi media,” ucapnya. Faridl mengatakan selama literasi media masih rendah, maka gaya pemberitaan yang terlalu menyudutkan korban akan terus berulang.
“Ini sudah ke sekian kalinya terjadi, hanya beda aktornya saja,” katanya.