Senin, 01 July 2019 05:17 UTC
SUKSES. Siti Munirul Fulatin (42) mengurus anak sembari mengelola warungnya yang menyediakan menu-menu makanan khas Taiwan. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Siti Munirul Fulatin (42), sukses membuka bisnis kuliner aneka makanan khas Negara Taiwan. Pengalaman selama 18 tahun menjadi pekerja migran tak disia-siakannya. Dalam sehari, warung yang dikelolanya menghabiskan 10 kilogram ayam.
Warung yang diberi nama “Nazeh Tien” ini didirikan di depan rumah orang tuanya di Desa/Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi. Saat Jatimnet.com, mengunjungi warung ini, Nirul terlihat sibuk menyiapkan pesanan para pembeli yang mayoritas dipesan via daring.
Sembari menggendong buah hatinya, ia terlihat cekatan mengolah beberapa jenis makanan yang dipesan pembeli.
BACA JUGA: Mudik, Pekerja Migran di Malaysia Bisa Mendarat di Banyuwangi
Di dinding belakang warung yang didominasi material kayu itu, terbentang banner yang menampilkan menu-menu khas Taiwan. Misalnya cipay ayam lebar tepung, ghung sin cai kangkung, dan chicken katsu kuliner Jepang yang terkenal di Taiwan.
Minuman khas Taiwan juga tak ketinggalan, berupa bubble milk tea, taro, bubblegum, dan chocho caramel juga tersedia. Meski terkenal sebagai warung khas Taiwan, menu tradisional Indonesia tidak ditinggalkannya, seperti ayam geprek dan nasi tempong khas Banyuwangi.
Menurut cerita Nirul, resep berbagai makanan khas Taiwan ini dia pelajari selama belasan tahun saat menjadi pekerja migran di sana.
BACA JUGA: Mudik, Hampir Lima Ribu Pekerja Migran Pulang ke Jatim
"Saya di Brunei Darussalam dua tahun, lalu di Taiwan secara legal 3 tahun. Karena kawan yang menguruskan paspor menghilang dan bawa kabur uang saya, 13 tahun selanjutnya bekerja secara ilegal di Taiwan," kata Nirul pekan lalu.
Saat menjadi PMI ilegal itu, dia bekerja berpindah-pindah majikan. Ada yang hitungan Minggu, atau beberapa bulan saja.
Selama menjelajah wilayah Taiwan itulah dia belajar mengolah aneka masakan khas Taiwan. Ia beruntung punya majikan yang memiliki restoran. Sadar bahwa minatnya memasak, Nirul berusaha memiliki kemampuan yang cukup di bidang kuliner.

MENU KHAS. Cipay, salah satu menu makanan khas Taiwan yang disediakan di warung Nazeh Tien di Desa Desa/Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi. Foto: Ahmad Suudi
BACA JUGA: Jenazah Pekerja Migran Asal NTT ke-44 Tiba di Kupang
"Semua daerah di Taiwan sampai yang pelosok-pelosok itu seperti sudah pernah saya datangi,” ujarnya.
Nirul bahkan sering menjadikan anak majikannya tester agar rasanya sesuai dengan yang dimasak chef di restoran milik orang tuanya.
Semakin lama kemampuan memasaknya bisa dibilang mumpuni untuk membuat makanan-makanan khas Taiwan. Keterampilan ini kemudian dimanfaatkannya dengan membuka warung di tempat kelahirannya.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan khas Taiwan yang dijualnya, Nirul mengimpor sebagian bahannya dari Negeri Naga Kecil Asia itu. Itu dilakukan agar rasa yang dihasilkan warungnya persis seperti di negara asalnya. Dalam sebulan, ia menghabiskan belanja bahan-bahan yang diimpor sebesar Rp 1,5 juta.
BACA JUGA: Kawal Mudik Pekerja Migran, Jatim Siapkan Posko di Juanda
Dalam sebulan, ia menghabiskan tepung cipay 10 kilogram, 7 kilogram bubuk bahan minuman yang semuanya diimpor dari Taiwan. Kecuali daging ayam yang tidak impor dengan kebutuhan 10 kilogram per hari.
Kebanyakan pembeli memang memesan secara daring melalui aplikasi jasa antar makanan Go Food. Ada juga yang memilih datang langsung ke warungnya.
Sebagian besar pembeli juga merupakan mantan PMI yang kangen kuliner Taiwan, khususnya Cipay, yang dulu kerap mereka nikmati di sana.
BACA JUGA: Pesona Kebun Buah Naga di Banyuwangi yang Berhias Lampu
Belasan tahun menjadi PMI ilegal tak dilewati Nirul dengan mudah. Ia mengaku lima kali menghadapi pemeriksaan Kepolisian Taiwan. Namun berhasil lolos karena bantuan sesama Warga Negara Indonesia (WNI) yang meminjaminya kartu identitas.
Kini, ia mengaku bahagia karena sebagian tujuan hidupnya telah tercapai, dari adik yang telah mendapatkan ijazah kebidanan hingga memiliki warung. Perjuangannya 18 tahun di negeri orang tidak sia-sia, dan kini menetap di rumah almarhum orang tuanya.
"Saya kan sudah bertahun-tahun di sana, jadi harus punya kesibukan, jangan sampai kembali kerja di luar negeri," pungkas anak ketiga dari lima bersaudara itu.