Logo

MUI Sebut Postingan Kontroversi Ponco Suro di Facebook Menyimpang

Reporter:,Editor:

Senin, 24 June 2019 14:17 UTC

MUI Sebut Postingan Kontroversi Ponco Suro di Facebook Menyimpang

RAPAT. Pertemuan MUI Membahas soal postingan yang kontroversi akun Facebook Ponco Suro. Foto: Zulkiflie

JATIMNET.COM, Probolinggo – Majelis Ulama Indonesia Wilayah Kabupaten Probolinggo, akhirnya menggelar pertemuan tertutup menyikapi postingan akun bernama Ponco Suro, di jejaring media sosial Facebook yang kontroversial.

Dari informasi yang dihimpun Jatimnet.com, pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu membahas terkait isi postingan-postingan akun Ponco Suro, yang diketahui milik Ormat (47) warga Dusun Bringin, Desa Pohsangit Leres, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo.

Berdasarkan pembahasan dan kajian MUI, dapat disimpulkan postingan oleh Ormat di media sosial Facebook menyimpang dari ajaran Agama Islam.

BACA JUGA: Warganet Probolinggo Digegerkan Unggahan Dugaan Penistaan Agama di Medsos

Wakil Ketua MUI Kabupaten Probolinggo, KH Wasik Hannan mengatakan, postingan akun tersebut yang menyimpang tidak hanya satu, beberapa postingan lainnya juga demikian.

 “Tentu dari kajian MUI, banyak penyimpangan-penyimpangan di postingan akun Ponco Suro dan perlu ditindaklanjuti,” terangnya, Senin 24 Juni 2019.

Sekretaris MUI, H Yasin menambahkan, salah satu contoh postingan yang menyimpang adalah pernyataan “Islam bukan agama”. Menurut H Yasin, postingan tersebut sangat membahayakan dan meresahkan.

BACA JUGA: Sikap MUI Probolinggo Soal Seruan "People Power"

“Yang jelas postingannya menyimpang, untuk lain-lainnya kita akan kaji lebih lanjut. Pesan kami masyarakat tetap tenang atas hal ini. Kami juga sudah minta masukan dari Polres, terkait kondisi di lapangan atas kondisi yang ada,” terangnya.

Sementara anggota Komisi Fatwa MUI, KH Jamaluddin Hariri yang juga merupakan tokoh agama, di Desa Pohsangit Leres, Kecamatan Sumberasih menyebut, aktivitas Ormat sudah berlangsung lebih dari setahun terakhir.

“Dibilang meresahkan bisa jadi seperti itu, karena sebagian warga sudah ada yang tidak setuju dengan aktivitas Ormat bersama jemaahnya. Kalo bentuknya ya semacam pengajian, dan kerap digelar setiap hari Rabu. Jumlahnya sekitar 47 orang,”ungkapnya.