Jumat, 19 March 2021 12:00 UTC
BIMTEK PETANI. Wakil Ketua DPR RI dan mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel saat jadi pembicara dalam bimbingan teknis peningkatan kapasitas petani di salah satu hotel berbintang di Jember, Jumat, 19 Maret 2021. Foto: Humas Partai NasDem
JATIMNET.COM, Jember – Wakil Ketua DPR RI yang juga mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mensinyalir rencana pemerintah untuk melakukan impor beras menjelang musim panen tidak didasari data statistik yang akurat. Hal ini berdasarkan pengalamannya saat masih menjadi Menteri Perdagangan pada awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) tahun 2014 silam.
“Setiap tahun Indonesia selalu berselisih soal impor beras. Menurut saya, ini soal data saja,” ujar Rachmat ketika menghadiri acara bimbingan teknis dengan kelompok tani yang diadakan di Hotel Aston Jember, Jumat, 19 Maret 2021.
BACA JUGA: Pemerintah Perlu Pertimbangkan Impor Beras
Rachmat menyarankan pemerintah saat ini untuk tidak mudah mengimpor beras ketika data ketersediaan beras di dalam negeri masih belum akurat.
“Saat saya Menteri Perdagangan, saya ambil risiko. Tahan (tidak) impor beras dulu sambil berupaya menaikkan produksi beras dalam negeri," ucap Rachmat.
Untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri, Rachmat juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan fundamental yang selama ini selalu melanda petani di Indonesia.
BACA JUGA: Kemendag Optimalkan Kegiatan Ekspor-Impor Melalui Laut
“Selalu saja terjadi, ketika masuk musim tanam, pupuk dan bibit langka. Lalu ketika masuk musim panen, harga justru jatuh. Ini harus dihentikan. Pemerintah harus mengambil kebijakan secara menyeluruh dan terintegrasi, dari hulu ke hilir," kata pengusaha yang juga politikus Partai NasDem ini.
Rachmat berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani di Indonesia. Sebab, sektor pertanian dinilai punya kontribusi yang besar bagi perekonomian di Indonesai.
“Dua hal pokok itu, bibit dan pupuk, harus diatasi. Pertanian ini cukup tangguh menghadapi krisis, termasuk di saat pandemi seperti sekarang. Ketika sektor lain terkena pembatasan, pertanian terus jalan,” kata alumnus Chuo University, Jepang ini.