Selasa, 28 December 2021 11:00 UTC
CEGAH STUNTING. Dinkes Surabaya menggelar kegiatan Timbang Serentak di Posyandu yang tersebar di Surabaya, Rabu, 12 Februari 2020. Kegiatan ini juga untuk memantau gizi anak dan mendeteksi stunting. Foto: Restu Cahya
JATIMNET.COM, Surabaya – Pemkot Surabaya secara terintegrasi telah memiliki program yang dirancang dari hulu ke hilir untuk melakukan pencegahan kematian ibu dan penanganan bayi stunting.
“Dimulai dari data real time (saat itu juga) terkait kelahiran bayi dari setiap rumah sakit. Kami memiliki data itu dengan berapa berat dan tinggi bayi yang baru lahir, artinya kami sudah mulai melakukan deteksi dan pencegahan dari awal,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Selasa, 28 Desember 2021.
Sejak tiga tahun terakhir, Pemkot Surabaya sudah bekerjasama dengan KUA (Kantor Urusan Agama). Setiap calon pengantin yang hendak mendaftar untuk menikah harus mendapatkan pendidikan pernikahan yang diberikan oleh bidan untuk mendapatkan sertifikasi.
“Ketika sertifikasi sudah didapatkan dari bidan, maka KUA bisa menikahkan calon pasangan tersebut. Pendampingan tersebut kami mulai sejak pranikah, kemudian saat ibu mengandung, hingga bayi yang telah lahir selama 1.000 hari akan kita dampingi dan data ini akan terkoneksi dengan data kami,” ia menjelaskan.
Selanjutnya terkait dengan penanganan stunting di Kota Surabaya, Eri mengaku bila pada tahun 2020 terdapat 5 ribu lebih bayi stunting di Kota Surabaya. Namun, setelah mendapat pendampingan sejak bulan Oktober 2021, jumlah tersebut menurun drastis hingga mencapai 1.300 bayi stunting.
BACA JUGA: Tekan Stunting di Surabaya Lewat Budi daya Ikan dan Sayur Hidroponik
“Pendampingan yang diberikan oleh Pemkot Surabaya adalah dengan menggandeng Fakultas Kedokteran di perguruan tinggi yang ada di Kota Surabaya untuk memberikan pemeriksaan dan vitamin,” ia mengungkapkan.
Perguruan tinggi tersebut adalah Universitas Airlangga (Unair), Universitas Wijaya Kusuma (UWK), Universitas Hang Tuah, Universitas Widya Mandala (UWM), Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Muhammadiyah, Universitas Ciputra (UC), dan Universitas Surabaya (Ubaya).
Oleh karena itu, ia langsung menggeber seluruh jajarannya untuk memberikan penanganan terbaik dengan menargetkan zero stunting di awal tahun 2022, yakni Kota Surabaya bebas stunting pada bulan Januari 2022 atau paling lambat pada Februari 2022.
“Selanjutnya, pada penanganan gizi buruk di Kota Surabaya di tahun 2020 terdapat 196 balita terkonfirmasi sebagai balita dengan kondisi gizi buruk. Namun, sejak memasuki tahun 2021, angka tersebut turun menjadi 159 balita,” ia menerangkan.
Pihaknya kemudian menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan Pemkot Surabaya berkaitan dengan pencegahan kematian ibu dan penanganan bayi stunting. Langkah pertama yang dilakukan yakni berkolaborasi dan meminta pendampingan dari ahli gizi dan Fakultas Kedokteran di setiap perguruan tinggi di Surabaya.
BACA JUGA: Angka Stunting di 31 Kecamatan Surabaya Turun 300 Persen
“Langkah kedua, kami menggerakkan seluruh kader PKK, kader KB, tenaga kesehatan yang ada di seluruh kecamatan dan kelurahan untuk mendata siapa saja warga yang akan menikah, ibu hamil, dan bayi yang sudah lahir untuk mendapat pendampingan,” ia memaparkan.
Langkah ketiga adalah program Jago Ceting (Jagongan Cegah Stunting) yang prakarsai Ketua TP (Tim Penggerak) PKK Kota Surabaya Rini Indriyani dengan mengundang seluruh OPD di Kota Surabaya untuk mencari penyebab stunting dan gizi buruk.
“Langkah ketiga adalah pemberian permakanan selama tiga kali sehari, vitamin, dan susu kepada keluarga bayi stunting oleh kelurahan setempat. Hal ini dilakukan Pemkot Surabaya hingga bayi tersebut dinyatakan lolos stunting berdasarkan tinggi dan berat badan minimal,” ia menguraikan.
BACA JUGA: Tingkatkan Gizi Anak Stunting Dengan Makanan dan Camilan Bervariasi
Tak hanya itu saja, Pemkot Surabaya juga sempat mengadakan lomba cipta menu stunting, yakni menu makanan khusus untuk bayi stunting yang divariasikan dengan berbagai makanan dengan nilai gizi yang sesuai. Hasilnya, terdapat bayi stunting yang mengalami kenaikan berat badan mulai 400 gram hingga 2 kilogram.
“Anak-anak ini kebanyakan suka ngemil, jadi kami membuat menu baru yang disesuaikan dengan gizi anak tersebut. Akhirnya dalam tiga bulan ini, angka itu turun sangat drastis karena permakanan dan gizinya mendapat pendampingan dari ahli gizi yang juga didampingi perguruan tinggi,” ia menuturkan.
Terakhir, langkah tersebut mampu menuntaskan persoalan stunting dan pencegahan kematian ibu. Dia kemudian menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran OPD terkait, para kader, dan seluruh stakeholder yang telah mendampingi Pemkot Surabaya dalam mengentaskan permasalahan tersebut.
“Karena buat saya pribadi, data real time inilah yang menjadi pegangan kami. Kami matur nuwun (terima kasih) dan mohon arahannya sehingga seluruh kolaborasi dengan stakeholder yang ada bisa kami lanjutkan dan lebih bermanfaat di tahun berikutnya,” katanya.