Sabtu, 08 February 2020 16:00 UTC
BANJIR BANDANG. Banjir bandang yang menerjang Dusun Pesanggrahan, Desa Sempol, Kecamatan Ijen, Bondowoso, Rabu, 29 Januari 2020. Foto: Repro
JATIMNET.COM, Surabaya – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dewi Putriatni mengakui ada faktor lain yang menyebabkan masih terjadinya banjir bandang di sejumlah daerah di Jawa Timur.
Selain kebakaran hutan, kata Dewi, yang juga menyebabkan banjir adalah aktivitas liar seperti pencurian dan penebangan pohon di hutan.
“Ini menyebabkan tegakan di kawasan-kawasan strategis yang rawan itu kurang. Selain itu, ada lahan kritis yang meskipun sudah ditanami, tetapi masih kurang,” ujar Dewi, Sabtu, 8 Januari 2020.
BACA JUGA: Bencana Banjir Masih Jadi Ancaman di Jatim
Data Dinas Kehutanan pada 2019, luas lahan kritis di Jatim setiap tahunnya mencapai 1,5 juta hektar. Sebagian besar lahan kritis tersebut berupa bebatuan sehingga tidak bisa ditanami lagi.
Sementara terkait titiknya, Dewi sempat menyatakan sebagian besar lahan kritis itu ada di kawasan sumber Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti di Taman Hutan Raya Raden Soerjo di pegunungan Arjuno-Welirang-Anjasmoro.
Oleh karenanya, Pemprov Jatim tengah melakukan upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan melibatkan Balai Pengelolaan DAS Brantas-Sampeyan dan Bengawan Solo.
Menurut Dewi, pihaknya juga sedang melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk menentukan titik mana saja yang harus diprioritaskan untuk dilakukan RHL, mengingat kegiatan ini ada yang dibiayai APBD dan APBN.
"Yang menjadi kewenangan Pemprov itu terbatas, justru yang jadi kewenangan pusat banyak sekali. Ditangani Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Solo dan Brantas-Sampeyan," katanya.
Data RHL sudah dimiliki Dinas Kehutanan Jatim, tinggal ditentukan cara yang tepat untuk melakukan RHL. Salah satunya dengan cara aerial seeding atau penanaman benih dengan pesawat.
BACA JUGA: Waspada Banjir Akibat Kebakaran Hutan
"Kami mendukung ide Bu Gubernur untuk melakukan penyebaran benih dengan menggunakan pesawat. Kami masih mengevaluasi mana yang menjadi prioritas," tuturnya.
Terlepas dari upaya itu, Dewi memastikan luas hutan di Jatim sudah mencukupi sesuai yang disyaratkan peraturan perundang-undangan.
"Sesuai Undang-Undang, luas hutan minimal 30 persen dari daratan. Di Jatim, hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi, kalau ditambah hutan rakyat, luasnya 40 persen," ujarnya.