Logo

Kuasa Hukum Petani Klarifikasi, Menilai ada Kekeliruan dari Pernyataan Kuasa Hukum PT Pakuwon Jati

Reporter:

Rabu, 11 November 2020 14:00 UTC

Kuasa Hukum Petani Klarifikasi, Menilai ada Kekeliruan dari Pernyataan Kuasa Hukum PT Pakuwon Jati

SIDANG: Suasana sidang kasus sengketa tenah yang diperjuangan tujuh petani Surabaya di PTUN Surabaya, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari Universitas Gadjah Mada. Foto: Bruriy

JATIMNET.COM, Surabaya – Tim kuasa hukum dari keluarga petani yang memperjuangkan hak tanah seluas 1,7 hektar di lingkungan komplek rumah mewah, kawasan Pakuwon Indah, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya melakukan klarifikasi dan hak jawab.

 

Terutama mengenai pemberitaan yang tayang di jatimnet.com pada Selasa, 3 November 2020, dengan judul “Sengketa tanah Petani, Kuasa Hukum Pakuwon Jati Sebut Hasil Tukar Guling dengan Pemkot Surabaya”. Bahwasannya, George Handiwiyanto selaku kuasa hukum dari PT Pakuwon Jati.

 

Dimana PT Artisan Surya Kreasi ini merupakan anak perusahaan dari PT Pakuwon Jati. Dalam hal ini Ariehta Eleison Sembiring bersama timnya yang mendampingi kliennya yakni Somo ahli waris almarhum Satoewi menjelaskan hak jawabnya.

 

Bahwa terdapat beberapa kekeliruan dan blunder pada poin-poin pernyataan George Handiwiyanto. Yakni di poin pertama adalah dalam kasus antara Somo melawan Kantor Pertanahan Surabaya I yang tengah diadili di PTUN Surabaya bukan kuasa hukum dari PT Pakuwon Jati, melainkan kuasa hukum dari PT Artisan Surya Kreasi.

 

“Apakah kedua PT tersebut adalah satu entitas di mana PT Pakuwon Jati adalah induk perusahaan? Iya, benar. Namun, secara hukum perusahaan, anak perusahaan adalah entitas tersendiri yang tidak dapat main-dipersamakan dengan induk perusahaan. Terlebih, George menerima Surat Kuasa dari PT Artisan Surya Kreasi, bukan dari PT Pakuwon Jati,” kata Ariehta Eleison Sembiring dalam keterangan rilisnya yang diterima jatimnet.com, Rabu 11 November 2020.

 

Poin kedua, lanjutnya, dalam berita tersebut dituliskan, intinya mengatakan PT. Artisan Surya Kreasi sejak tahun 1994 telah memiliki lahan (berstatus SHM) di Pakuwon Indah itu. Perlu diketahui, bahwa Pasal 21 Ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) jo. Pasal 1 PP No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah mengecualikan PT (Perseroan Terbatas) dari kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah.

 

Tidak hanya PT Artisan Surya Kreasi, semua PT (perseroan terbatas) memang tidak dapat memiliki Sertifikat Hak Milik. “Tidak ada satu ketentuan hukum apapun di Indonesia yang memperbolehkan badan hukum yang berbentuk PT untuk dapat mempunyai hak milik atas tanah, karena maksimal hanya hak memakai yang dikenal dengan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan,” Ariehta Eleison Sembiring menerangkan.

 

Selanjutnya di poin ketiga, masih kata Ariehta Eleison Sembiring, kuasa hukum George menyampaikan bahwa atas kepemilikan tanah dimaksud berada pada keluarga almarhum Satoewi yang beralih karena peristiwa jual-beli dengan Pemkot Surabaya. “Lagi-lagi, saudara George sedang menguatkan alasan Somo dan ahli waris lainnya untuk menerbitkan Sertifikat Hak Milik di atas tanah tersebut dengan mengakui bahwa keluarga almarhum Satoewi-lah yang memiliki tanah tersebut,” ujarnya.

 

Sementara, menurut Ariehta Eleison Sembiring bahwa dalam dokumen-dokumen persidangan PTUN Surabaya, saudara George mendalilkan tanah dimaksud berasal dari Sampoeri, Nganten, Ginten. Dari nama saja sudah berbeda. “Bingung? Monggo ditanyakan kejelasannya kepada saudara George,” katanya.

 

Di poin keempat, George mengatakan bahwa Pemkot Surabaya melakukan jual-beli tanah dengan almarhumah Satoewi. Mungkin George khilaf membaca UUD 1945, UUPA dan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum beserta turunannya. Prinsip hukum pertanahan di Indonesia menegaskan tanah dikuasai negara.

 

Maka, negara berhak untuk menarik kembali hak atas tanah sepanjang diperlukan untuk kepentingan umum. Untuk itu, peristiwanya bukan jual-beli tanah.

 

“Yang lebih tepat adalah ganti-rugi. Maka, peristiwa hukum yang menjadi asal-muasal kepemilikan tanah PT Artisan Surya Kreasi tentu saja dipahami keliru oleh George,” katanya.

 

Kelima, berita yang sama juga menuliskan bahwa Kantor Pertanahan Surabaya I telah menyerahkan warkah lahan sengketa kepada Majelis Hakim. George benar-benar khilaf untuk meminta laporan persidangan dari para pengacara yang diutusnya di mana warkah dalam bentuk salinannya nyata-nyata tidak diserahkan kepada majelis hakim.

 

Meski majelis hakim sudah meminta agar Kantor Pertanahan Surabaya I menyerahkan salinannya. Sementara, tidak diserahkannya Warkah padahal sudah diperintahkan majelis hakim itu sebenarnya tergolong contempt of court, atau pidana penghinaan pengadilan.