Logo

KPK Geledah Rumah Dinas Bupati Sidoarjo dan Kantor PU

Reporter:

Jumat, 10 January 2020 10:16 UTC

KPK Geledah Rumah Dinas Bupati Sidoarjo dan Kantor PU

KPK GELEDAH: KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Bupati Sidoarjo, Kantor Sekda dan Dinas PU. Foto: Ist

JATIMNET.COM, Sidoarjo - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Pendapa  Delta Wibawa Sidoarjo, kantor Sekda dan kantor Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air, Jalan Sultan Agung Sidoarjo. 

Penggeledahan dilakukan menyusul pasca Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Kepala Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BM SDA) Kabupaten Sidoarjo, Sunarti Setyaningsih ditetapkan tersangka dan ditahan KPK.

Penggeledahan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB, beberapa petugas kepolisian berseragam lengkap terlihat berjaga-jaga dibalik pintu masuk Dinas PU BM SDA. Pegawai dinas PU BM SDA yang hendak keluar masuk dari gedung harus menjalani pemeriksaan petugas kepolisian.

“Iya tadi memang ada petugas KPK datang. Tapi, saya kurang tahu yang dilakukannya,” kata petugas Satpol PP enggan disebutkan namanya yang saat itu jaga di Pendapa Delta Wibawa, Jumat 10 Januari 2020. 

BACA JUGA: Begini Kondisi Bangunan Wisma Atlet Sidoarjo Senilai Rp13,4 Miliar Disidik KPK

Penggeledahan baru selesai sekitar pukul 14.00 WIB. Selama empat jam lebih berada kantor Dinas PU BM SDA, tim anti rasuah keluar dengan membawa dua koper warna hitam dan merah, satu kardus, satu kabinet dan tas ransel dari dalam kantor Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BM-SDA) Kabupaten Sidoarjo.

Semua temuan itu diamankan, dibawa masuk sama penyidik KPK ke dalam mobil Kijang Innova warna hitam nomor polisi L 1000 GO dan W 1210 PB. Tim anti rasuah tersebut, sebelum melakukan penggeledahan di kantor Dinas PU BM SDA sekitar pukul 08.00 WIB sempat di ruang Sekda tidak berjalan lama.

Sementara konstruksi kasusnya, pada tahun 2019, Dinas PU dan BMSDA Kabupaten Sidoarjo melakukan pengadaan beberapa proyek. Ibnu Ghopur adalah salah satu kontraktor mengikuti pengadaan untuk proyek-proyek tersebut. 

Sekitar bulan Juli 2019, Ibnu Ghopur melapor ke Bupati Saiful Ilah ada proyek yang ia inginkan. Namun ada proses sanggahan dalam pengadaannya, sehingga ia bisa tidak mendapatkan proyek tersebut. 

BACA JUGA: Harta Bupati Sidoarjo Rp60 Miliar, Mayoritas Tanah dan Bangunan

Ibnu Ghopur minta kepada Saiful Ilah untuk tidak menanggapi sanggahan tersebut dan memenangkan pihaknya dalam Proyek Jalan Candi-Prasung senilai Rp 21,5 miliar. Kemudian sekitar bulan Agustus-September 2019, Ibnu Ghopur melalui beberapa perusahaannya memenangkan 4 proyek. 

Yakni proyek Pembangunan Wisma Atlet senilai Rp13,4 miliar, proyek pembangunan Pasar Porong Rp17,5 miliar, proyek Jalan Candi-Prasung senilai Rp21,5 miliar dan proyek peningkatan Afv. Karag Pucang Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran senilai Rp5,5 miliar. 

Setelah menerima termin pembayaran, Ibnu Ghopur bersama Totok Sumedi diduga memberikan sejumlah fee kepada beberapa pihak di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Ini merupakan penerimaan yang sudah terjadi sebelum OTT dilakukan pada 7 Januari 2020, yaitu Sanadjihitu Sangadji selaku Kabag ULP diduga menerima sebesar Rp300 juta pada akhir September.

Sebanyak Rp200 juta diantaranya diberikan kepada Bupati Saiful Ilah pada Oktober 2019. Kepada Judi Tetrahastoto selaku PPK sebesar Rp240 juta. Kepada Sunarti Setyaningsih selaku Kadis PU dan BMSDA sebesar Rp200 juta pada 3 Januari 2020.  

BACA JUGA: Kronologi Penangkapan Bupati Sidoarjo oleh KPK

Dari kasus suap infrastruktur tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang senilai Rp.1,8 miliar. Selain itu juga menetapkan Saiful dan kroninya sebagai tersangka. 

Sangkaan yang diterapkan untuk Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Sunarto Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, dan Sanadjihitu Sangadji dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, Ibnu dan Totok selaku pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.