Senin, 10 February 2025 06:00 UTC
Ibu korban menunjukkan surat laporan ke Polres Jombang atas penganiayaan yang dialami anaknya, Senin, 10 Februari 2025. Foto: Dini
JATIMNET.COM, Jombang - Kasus pengeroyokan yang diduga dilakukan puluhan oknum pesilat terhadap warga di depan Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) Perak, Kabupaten Jombang, Minggu, 9 Februari 2025, berbuntut panjang.
Korban berinisial DS, 20 tahun, warga Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk. DS dengan gamblang menceritakan kronologi peristiwa nahas yang menimpa dirinya.
Penganiayaan tak manusiawi yang ia alami ini berawal saat DS bersama dua temannya mengisi bensin di SPBU Perak.
"Awalnya sekitar pukul 07.30 WIB, saya ke pom Perak sama teman saya, berhenti untuk mengisi bensin," kata DS saat diwawancarai dengan mata berkaca-kaca, Senin, 10 Februari 2025.
Saat antre, DS sendirian dan dua temannya menunggu di pintu keluar SPBU. "Waktu mengisi bensin, dua teman saya menunggu di pintu keluar pom sebelah barat," katanya.
Setelah selesai, ia berniat pulang dan menghampiri dua temannya itu. Namun, tiba-tiba datang segerombolan pemuda sedang konvoi memakai atribut perguruan silat mengendarai motor dan mobil.
Rombongan konvoi pesilat itu datang dari arah timur ke barat. Tanpa alasan yang jelas, rombongan konvoi itu tiba-tiba menyebrang jalan dan mendatangi DS dan langsung memukul.
BACA: 6 Anggota Pengeroyokan Pesilat di Mojokerto Ditangkap Polisi
Bukan hanya satu orang yang memukul, namun puluhan. Bahkan korban mengaku bingung tanpa salah apa-apa ia dihajar seakan tak diberi kesempatan untuk bertanya dan menjelaskan.
"Tiba-tiba gerombolan itu langsung nyeberang dan menggeruduk saya, tanpa alasan langsung menyerang," ujarnya.
DS mengaku kaget dan heran, tanpa ada persoalan tiba-tiba dipukul.
Padahal, ia bersama dua temannya dari pondok Gadingmangu, Kecamatan Perak, mengunjungi saudara temannya di sekitar lingkungan pondok.
Saat itu, ia hendak pulang dan mengisi bensin karena sudah hampir habis. Saat itu, korban dan dua rekannya juga tidak memakai atribut atau identitas perguruan silat apapun. DS hanya memakai jaket berwarna hitam tanpa ada tulisan atau tanda dari kelompok manapun.
"Saya juga tidak memakai atribut apapun sama sekali, tapi tiba-tiba dikeroyok tanpa alasan," katanya.
Menurut keterangan korban, sebelum rombongan konvoi melakukan pengeroyokan, ada salah satu orang bagian dari rombongan berteriak dengan nada provokatif.
Bahkan, mereka berteriak di jalanan menyebut nama di luar kelompok perguruan silat mereka.
"Sebelum mereka mengeroyok dari kejauhan ada bagian dari mereka teriak-teriak PSHT, IKS, gitu, tapi waktu mereka mendekat tidak tanya apa-apa langsung menyerang, langsung memegangi saya dan menyerang," katanya.
BACA: Polisi dan Perguruan Silat di Mojokerto Sweeping Atribut Perguruan
DS menyebut sama sekali tidak kenal dengan para pelaku. Menurutnya, hampir semua orang rombongan kelompok pesilat itu melakukan pemukulan, sekitar lebih dari 20 orang.
DS dihajar bertubi-tubi tanpa alasan yang jelas. Para oknum pesilat ini memukul bukan hanya dengan tangan kosong, mereka juga memukul kepala korban menggunakan helm.
Bahkan saat DS sudah tersungkur tak berdaya, ia masih ditendang dan dinjak-injak. Kepalanya juga masih diinjak seakan para pelaku ini tak mempunyai hati nurani.
"Selain memukul pakai tangan kosong, saya dipukul pakai helm dan saya ditendang juga. Saya jatuh tersungkur masih dinjak-injak, saya lebam bagian bahu, punggung, sama kaki," katanya.
DS masih selamat karena memakai helm. Namun helmnya pecah karena pukulan bertubi-tubi. Bahkan, saking brutalnya pukulan dan tendangan membuat helm DS lepas, padahal ada pengait yang kuat.
"Syukur saya awalnya memakai helm saat dipukul, namun helm saya dipaksa ditarik hingga lepas, helm saya dipukul sampai kacanya pecah, saya sempat mempertahankan helm di kepala saya sebelum akhirnya lepas karena ditarik banyak orang, saya jatuh tetap diinjak-injak," katanya.
Sedangkan dua rekan korban yang masih duduk di bangku sekolah ini berhasil melarikan diri. "Dua teman saya lari, yang teman saya satunya sempat ditendang satu kali hingga jatuh, namun langsung lari, berhasil lari," ujarnya.
BACA: Ratusan Pesilat Geruduk Polres Mojokerto, Sempat Aniaya dan Jarah Toko Warga
Sekitar 2 menit DS dikeroyok secara brutal. Hingga akhirnya ia dibantu pegawai SPBU dan warga sekitar untuk membubarkan kerumunan dan mengantarkan DS ke kantor polisi.
"Saya langsung laporan ke polsek setelah kejadian itu, saya diantar warga sekitar, dibantu orang Perak. Saya laporan dan langsung visum ke RSUD Jombang," katanya.
Proses laporan dilakukan DS hingga malam hari dengan didampingi orang tuanya. "Saya akhirnya disuruh ke Polres Jombang sekitar pukul 19.30 WIB, kejadian pengeroyokannya pagi, prosesnya saya sampai malam," ujarnya.
Korban ingin melanjutkan kasus ini hingga benar-benar pelaku diadili. Hal yang paling tidak masuk akal bagi dia adalah tiba-tiba dikeroyok secara brutal padahal dia tidak tahu apa-apa.
"Saya ingin kasus ini tetap lanjut, karena saya tidak tahu apa-apa, tiba-tiba disamperin dan langsung dikeroyok," katanya.
Ayah DS, Siswanto, 55 tahun, meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini. Apapun alasannya, ia tidak mau berdamai dengan para pelaku. Tidak ada kata ganti rugi. "Saya inginkan kasus ini diusut sampai tuntas, tidak ada deal-dealan. Artinya, tidak ada negosiasi untuk damai," ujarnya.
Alasan Siswanto enggan berdamai agar kasus serupa tidak terulang. "Ini harus lanjut untuk pembelajaran yang lainnya, agar tidak diulang lagi," ujarnya.
