Logo

Ini yang Harus Dievaluasi PPDB Sistem Zonasi

Reporter:,Editor:

Kamis, 04 July 2019 12:19 UTC

Ini yang Harus Dievaluasi PPDB Sistem Zonasi

Rektor Universitas Negeri Unesa, Nur Hasan. Foto: Khoirotul Lathifiyah.

JATIMNET.COM, Surabaya – Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyarankan tiga hal untuk mengevaluasi penerapan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Upaya ini melihat banyaknya keresahan wali murid dan juga sekolah ketika PPDB berlangsung.

“Tiga hal tersebut yakni identifikasi, pemetaan atau roadmap dan SDM (siswa dan guru), dan sarana-prasana,” kata Rektor Unesa, Nur Hasan usai Forum Group Discussion (FGD) di Gedung Rektorat, Kamis 4 Juli 2019.

Hasan tidak menampik PPDB sistem zonasi harus diterapkan di Indonesia, karena beberapa negara sudah menerapkan sistem tersebut.

“Di era Industri 4.0 percepatan, akselerasi dan kreasi harus segera dilakukan. Maka kata kunci di era 4.0 adaptis/adaptasi dan kolaborasi antar kementerian lembaga terkait. Kalau tidak dilakukan, mustahil bisa berjalan mulus,” kata dia.

BACA JUGA: Kantor Dispendik Surabaya Ditutup, Wali Murid Bingung Mencari Informasi

Ia mencontohkan SMP yang ditangani oleh pemerintah kota/kabupaten dan SMA/SMK yang ditangani pemprov. Harusnya, lanjut dia, satu pintu dan dilaksanakan bersama serta tidak sendiri-sendiri. “Kalau tidak ada koordinasi yang kuat, bisa timbul persoalan baru,” kata Hasan.

Selain itu, ia menilai pelaksanaan Permendikbud 51/2018 tentang zonasi jarak ini terlalu dini. Hal ini karena belum ada kajian secara matang dengan waktu enam bulan atau satu semester.

“Saat ini ini zamannya percepatan. Kalau gak cepat bergerak akan ketinggalan, dan jangan sampai tertinggal dengan negara tetangga. Semua elemen harus turut menjaga mutu pendidikan,” Hasan menambahkan.

Ia mengaku Unesa memiliki kepentingan untuk mencarikan dan mendiskusikan solusi terkait kebijakan pemerintah melalui Permendikbud 51/2018.

BACA JUGA: Ribuan Guru Swasta Sebut Dispendik Ingkari Perjanjian Soal Pagu

Dengan demikian, sistem zonasi bisa dilakukan pemetaan dan identifikasi. Tidak hanya memikirkan tempat tinggal zonasi siswa, tetapi SDM secara keseluruhan.

“Ada guru dan perangkatnya, karena mau tidak mau guru yang sudah mapan bisa pindah tempat tinggalnya agar lebih dekat dengan sekolah,” ungkap pria yang pernah menjabat Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Jatim itu.

Hal tersebut dilakukan agar ke depannya kebijakan kemendikbud tidak menimbulkan persoalan mendasar. Ia menilai zonasi harus dipandang sebagai kebijakan memeratakan mutu pendidikan, sekaligus menghapus ketimpangan antar sekolah.

Nur Hasan membandingkan sistem pendidikan yang menggunakan sistem zonasi dengan negara maju seperti Australia, yang sudah melakukan pemerataan mutu pendidikan tanpa ada kerusuhan.