Logo

Ini Alasan Buruh di Jatim Tolak Kenaikan Upah 8,51 Persen

Reporter:,Editor:

Jumat, 25 October 2019 12:25 UTC

Ini Alasan Buruh di Jatim Tolak Kenaikan Upah 8,51 Persen

Ilustrasi Gilas Audi

JATIMNET.COM, Surabaya – Penolakan buruh di Jawa Timur terhadap kenaikan upah minimum provinsi sebesar 8,51 persen karena Pemprov Jatim tidak mengakomodir perundingan dengan serikat buruh dalam menentukan kenaikan upah.

Kepala Bidang Perubuhan dan Miskin Kota, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Habibus Shalihin mengatakan, dasar penolakan tersebut seiring dengan penolakan sejumlah serikat buruh yang konsisten mendesak pencabutan PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

"Dalam PP tersebut ruang perundingan untuk serikat buruh dihapus. Buruh mengusulkan upah layak disesuaikan dengan ketentuan survei kebutuhan hidup layak, sedangkan dasar penentuan kenaikan upah dalam PP berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," jelas Habibus dihubungi Jatimnet.com, Jumat 25 Oktober 2019.

BACA JUGA: Ini Perbedaan antara UMP dan UMK

Menurutnya, survei kebutuhan hidup layak penting dilakukan, namun melalui PP 78 tentang pengupahan, gubernur mereduksi peran serikat buruh yang mengusulkan survei kebutuhan hidup layak.

"Survei memang dilakukan tim dari disnakertrans tapi itu hanya di atas meja. Kami menduga belum ada update tentang survei kehidupan layak, termasuk yang dilakukan Dewan Pengupahan," tegasnya.

Mengenai kenaikan upah, pihaknya mengaku sering mendengar protes dari kalangan pengusaha terkait besarnya usulan kenaikan upah yang diusulkan buruh, terutama ketakutan perusahaan merugi bila menaikkan upah terlalu tinggi.

BACA JUGA: Abaikan Kebutuhan Hidup, Buruh Tolak Kenaikan UMP Jatim 

"Memang seringkali ada wacana seperti itu, ketakutan perusahaan merugi, sehingga perlu adanya auditor independen untuk mengecek laporan keuangan perusahaan," katanya.

Habibus juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperhatikan kesejahteraan dan jaminan perlindungan buruh yang selama ini masih cenderung stagnan.

"Persoalan jaminan perlindungan pesangon, disparitas upah buruh di kabupaten/kota perlu menjadi perhatian khusus termasuk perhatian penangguhan upah yang harus sesuai ketentuan," tutupnya.