Ahmad Suudi

Reporter

Ahmad Suudi

Selasa, 25 Mei 2021 - 10:20

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Eko Hariyono, warga Kelurahan Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, bisa bernapas lebih lega Lebaran tahun ini. Meskipun pandemi yang disebabkan merebaknya Covid-19 belum hilang, penjualan kue buatannya tahun ini lebih laku daripada sebelumnya.

Kepada Jatimnet, dia menceritakan bahwa sebelum pandemi setiap jelang Ramadan dia kulakan bahan-bahan untuk produksi jajan. Selama bulan puasa, dia dan pegawainya sampai lembur untuk memenuhi stok sekitar 10 kwintal kue. Saat Lebaran tiba, stok kue Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Harum Jaya miliknya itu akhirnya habis juga.

Tak disangka, Lebaran tahun 2020 kondisi konsumennya berubah. Mereka enggan membeli hingga stok kue yang terlanjur dibuat hanya keluar sedikit. Beruntung ada pelonggaran pembatasan aktivitas warga pada pertengahan 2020, sehingga berangsur-angsur kuenya laku hingga stok habis.

Tahun ini, Eko tak lagi berani menghimpun stok produk hingga 10 kwintal. Dia hanya mengolah kue seperti hari-hari normal walau menjelang Lebaran. Di sisi lain, permintaan konsumen mulai meningkat. Penjualan kuenya pada Lebaran tahun ini meningkat menjadi dua kali lipat dibanding sebelumnya yang menjadi tahun pertama pandemi terjadi.

"Cuma (sekarang) anjurannya enggak boleh mudik saja. Orang-orang (Lebaran) sekarang tetap menerima tamu," kata Eko, Rabu, 5 Mei 2021.

BACA JUGA: Gabungan Eksportir Jatim Jajaki Peluang Ekspor UMKM Banyuwangi

UMKM milik Eko memproduksi aneka kue kering tradisional, seperti bolu kuwok atau klemben, keciput, kuping gajah, rengginang, ladrang, dan lain-lain. Namun yang paling laris adalah klemben yang merupakan bolu kering dengan bahan utama tepung terigu, telur, dan gula. Harganya sekitar Rp20 ribu per bungkus di level produsen.

Klemben berbentuk oval dengan permukaan bergelombang. Bagian luarnya terasa kering dan renyah, sedangkan bagian dalam lembut dan empuk seperti bolu pada umumnya. Saat bungkusnya dibuka menguarkan aroma vanili yang jadi bahan campurannya. Aroma berbeda akan muncul pada varian rasa lain, misalnya gula aren atau keningar.

Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi Hasan Basri mengatakan klemben sudah lama menjadi kue khas Lebaran di kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu. Hal ini juga dipengaruhi kecenderungan masyarakat Banyuwangi yang menyediakan jajanan kering saat Lebaran dan jajanan basah untuk perayaan Maulid Nabi. Selain itu, klemben kerap disajikan dalam acara hajatan.

Saking terkenalnya klemben, sekitar tahun 1960 muncul sebuah basanan atau pantun di Banyuwangi. Bunyinya 'klemben-klemben roti-roti, bengen-bengen saiki-saiki' yang maknanya ‘yang dahulu biarlah berlalu dan pikirkanlah yang sekarang’. Dengan kemasyhurannya, klemben kemudian berhasil mendukung perkembangan UMKM jajanan tradisional di Banyuwangi. Terlebih kemudian klemben juga dikenal sebagai penganan oleh-oleh khas Banyuwangi.

BACA JUGA: Plafon Kredit UMKM Bank Jatim Banyuwangi Naik 100 Persen

Hasan menjelaskan peminat klemben di Banyuwangi cukup merata dari bagian utara sampai selatan. Masing-masing desa juga memiliki resep dan caranya sendiri dalam membuat klemben. Demikian juga rasa klemben di pasaran sekarang yang saling berbeda satu sama lain.

"Masyarakat sekarang berminat pada makanan lama. Klemben ini makanan lama tapi mengikuti selera kekinian," kata Hasan, Jumat, 7 Mei 2021.

Kasi Pemberdayaan Usaha Mikro Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Diskopum dan Perdagangan) Banyuwangi Budi Pringgo Cahyono menjelaskan di masa pandemi ini UMKM produsen makanan dan minuman olahan masih bisa menjual produknya. Berbeda dengan UMKM di bidang tekstil atau kerajinan tangan yang mengalami dampak paling berat karena turunnya permintaan.

Di kelompok makanan olahan, jajan Lebaran serta makanan dan minuman yang mengandung bahan herbal lebih laku daripada jenis lainnya. Penjualan produk makanan olahan masih bisa berjalan didukung penjualan dari masing-masing pelaku UMKM. Lancar tidaknya penjualan dan pasokan bahan baku tergantung pengetatan dan pelonggaran kegiatan masyarakat.

"Teman-teman yang produksi makanan olahan itu dulu agak bergeliat melalui pemasaran online. Memang ada penurunan, tapi masih bisa bertahan untuk makanan-makanan olahan," kata Budi, Kamis, 20 Mei 2021.

Diskopum Banyuwangi mencatat ada 219.562 UMKM di Bumi Blambangan dimana 8.904 UMKM di antaranya bergerak di bidang makanan. Sebanyak 296.562 atau 74 persen diketahui terdampak pandemi karena penjualan berkurang atau sampai tutup. Tahun 2020 mereka juga menyelenggarakan 33 kegiatan pelatihan untuk total 6.160 pelaku UMKM. Pelatihan banyak berupa penjualan secara digital dan UMKM kuliner naik kelas. Mereka juga membina 456 UMKM dengan melakukan kunjungan dan pendampingan.

BACA JUGA: Banyuwangi Jadi Tempat Bahan Baku Coklat Ekspor Mencanegara, Ini Kata Ipuk

Dampak buruk krisis karena pandemi saat ini terhadap UMKM lebih besar daripada saat krisis keuangan global tahun 2008. Walau daya beli masyarakat turun, pada tahun 2008 dan 2009 perusahaan-perusahaan tidak sampai memecat karyawan. Namun pada pandemi kali ini banyak usaha tutup dan merumahkan pegawai, sekolah sepi, dan aktivitas masyarakat menjadi dibatasi, yang membuat permintaan masyarakat atas produk UMKM menurun drastis.

"Pada saat krisis keuangan global (2008), permintaan produk UMKM di sana tinggi, tapi pada masa pandemi sekarang jumlah permintaan turun. Meskipun akses kredit cukup lancar, dari sisi demand atau permintaan juga menurun," kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember (FEB Unej) M. Abdul Nasir, Selasa, 18 Mei 2021.

Dia mengatakan meskipun terdampak krisis yang disebabkan pandemi, UMKM tetap memiliki peluang untuk kuat berdiri. Menurutnya, UMKM di Indonesia pada masa pandemi kali ini bisa mengulangi lagi keberhasilannya dalam menopang ekonomi nasional sebagaimana saat krisis keuangan global 2008. Namun di sisi lain, mereka membutuhkan dukungan pemerintah yang lebih besar, bahkan dibandingkan pada tahun 2008 dan 2009 lalu.

Nasir mengatakan pemerintah harus menyusun segmentasi yang benar atas beragam UMKM yang secara nasional pada tahun 2018 tercatat berjumlah 64,2 juta usaha itu. Selanjutnya memberikan dukungan terhadap masing-masing UMKM berdasarkan kebutuhannya masing-masing. Dukungan yaang tepat dari pemerintah akan mampu membuat UMKM bangkit dari krisis yang disebabkan pandemi dan otomatis berdampak positif pada peningkatan ekonomi nasional.

Baca Juga

loading...