Senin, 02 September 2019 14:25 UTC
MOTIF DEDAUNAN. Pengrajin batik asal Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Sri Mujiatim menujukkan karya batik yang dibuat dengan teknik steam atau kukus. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Pengrajin batik di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto memiliki motif andalan untuk dipasarkan kepada wisatawan.
Pengrajin batik ecoprint dengan teknik steam atau kukus di desa tersebut mengandalkan motif dedaunan yang bisa diambil dari sekitar rumah mereka.
Sri Mujiatim (42), salah satu pengrajin batik ecoprint ini mengaku motif-motif daun memang lebih mudah didapatkan langsung seperti daun jati muda, daun jarak, daun tinta atau mangsi, daun ungu, daun arbei, dan daun keres.
Wanita yang berkecimpung di dunia batik sejak 2011 ini mengaku baru dua tahun ini memulai pengembangan pembuatan kain batik ecoprint dengan cara steam (kukus). Dirinya mengaku tertarik karena dianggap lebih ramah lingkungan dibanding dengan cara sintetis.
BACA JUGA: Komunitas Asem Growong Tularkan Skill Membatik ke Mahasiswa Asing
“Sekarang lagi tren kembali ke alam, yang suka dengan olahan alam pasti orangnya spesial semua. Peduli lingkungan yang pasti," katanya sembari tersenyum.
Sri Mujiatim menambahkan, selain lebih ramah lingkungan, ketertarikannya untuk menggeluti ecoprint tidak lepas karena motif alam saat ini lagi tren di kalangan pecinta batik.
"Di sisi lain, cara baru tersebut juga untuk memperkaya kreasi dan motif yang dihasilkan usaha ruangan kami. Terlebih, tempat tinggal kami ini menjadi salah satu tujuan wisata di Kabupaten Mojokerto," ucapnya.
Seluruh tahapan pembuatan batik ecoprint, katanya, menggunakan bahan baku dari alam. Mulai dari penentuan motif, hingga tahap pewarnaan.
BACA JUGA: Guru dan Pelajar Australia Belajar Batik di Smamda
Awalnya, ia menentukan dulu daun apa yang akan digunakan. Pemilihan daun juga tak boleh sembarangan karena daun yang memiliki banyak air dan tebal tidak bisa digunakan.
“Jenis daun yang paling baik untuk membatik ecoprint steam ya daun jati. Soalnya hasil warna yang dihasilkan sangat kuat," ujarnya yang lantas menunjukkan motif surya Majapahit di kain batik yang sudah jadi.
Sebelum dilakukan penempelan daun ke kain, kata dia, daun jati terlebih dahulu dibentuk segitiga delapan penjuru diujungnya untuk menghasilkan nuansa Surya Majapahit.
Setelah terbentuk, barulah daun jati ditempelkan di atas satu sisi permukaan kain. Sisi lainnya kemudian dilipat ke atas kain yang ada daunnya, lalu diratakan menggunakan kayu berbentuk bulat dengan panjang 50 sentimeter.
BACA JUGA: Mahasiswa STTS Pasarkan Batik ke Pasar Internasional Melalui Aplikasi
“Barulah digulung perlahan-lahan supaya serat menempel di atas kain yang digunakan," terang Sri yang juga memeragakan proses menggulungnya.
Kain yang sudah ditempeli daun dan digulung langsung disteam menggunakan kukusan. Proses pengukusan sendiri memakan waktu dua jam. Setelah selesai, daun dilepas dan kain diangin-anginkan selama seminggu.
"Kenapa dilakukan selama seminggu, supaya warna bisa meresap ke kain secara sempurna. Terkadang empat hari kalau pemesan mintanya buru-buru. Selain proses steam tadi, yang paling menentukan munculnya warna adalah proses fiksasi (penguatan warna)," tuturnya.
Proses ini menggunakan bahan dari alam. Untuk mendapatkan hasil warna yang terang, tawas menjadi pilihan. Sementara untuk warna sedikit lebih gelap menggunakan bahan kapur. Jika menghendaki warna yang lebih gelap atau kehitaman, Sri Mujiatim melakukan fiksasi dengan bahan tunjung.
BACA JUGA: Kemenperin Bikin Aplikasi Identifikasi Keaslian Batik
Sayangnnya, ada kendala ketika memasuki musim kemarau. Dia mengaku cukup kesulitan untuk mencari bahan baku dedaunan," Soalnya daun jati saja yang digunakan justru daun yang muda. Nah, kemarau gini, sangat jarang tumbuhan yang daunnya bersemi termasuk jati," ujar perempuan kelahiran 23 November 1976 ini.
Dengan corak dan nilai motif yang alami, produk batik ecoprint juga bernilai ekonomis cukup tinggi di pasaran luar daerah seperti Yogyakarta atau Jakarta. Untuk harganya hampir sama dengan batik tulis, selembar kain dengan lebar 2x1,5 meter dibanderol dengan harga Rp 300 ribu.
Sedangkan aplikasi batik motif daun ke dalam model hijab, jenis pashmina dengan ukuran 175x60 sentimeter dijual dengan harga Rp 100 ribu. Sedangkan untuk jenis segi empat ukuran 90 sentimeter per segi rata-rata dijual dengan harga Rp 60 ribu.