Jumat, 15 November 2019 10:24 UTC
Ilustrasi buruh oleh Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Jazuli menilai, usulan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jawa Timur sebesar 8,51 persen dapat menimbulkan kesenjangan upah semakin besar. Sebab, perhitungan itu didapat dengan mengabaikan kebutuhan hidup layak dan pertumbuhan ekonomi tahun 2020.
"Kenaikan upah 8,51 persen yang diusulkan pemerintah daerah sangat tidak tepat dan berbahaya, kami prediksi akan terjadi disparitas UMK antar daerah semakin besar dan menimbulkan kesenjangan sosial," ungkap Jazuli kepada Jatimnet.com, Jumat 15 November 2019.
Jazuli menghimpun, sejumlah daerah telah mengusulkan kenaikan UMK di masing-masing daerah sesuai surat edaran Menteri Tenaga Kerja terkait formulasi kenaikan UMK.
BACA JUGA: 28 Kabupaten/Kota Sudah Usulkan Kenaikan UMK
Tercatat, Kota Surabaya mengusulkan UMK sebesar Rp 4,2 juta, disusul Kabupaten Pasuruan Rp 4,19 juta dan Kabupaten Mojokerto Rp 4,17 juta.
Sementara daerah lain seperti Bangkalan, Nganjuk, Blitar, Sumenep, Sampang, Situbondo, Pamekasan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, dan Magetan berada dibawah Rp 2 juta.
Menurut Jazuli, kenaikan usulan UMK sebesar 8,51 persen tidak tepat karena hanya didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun 2019. Namun, tidak melihat kebutuhan hidup layak dan pertumbuhan ekonomi di tahun 2020.
BACA JUGA: Usulan UMK Kabupaten Pasuruan Lebih Besar dari Surabaya
"Kami nilai itu bukan kenaikan tapi sekadar penyesuaian, bahkan akan terjadi penurunan seiring dengan kenaikan barang di tahun 2020," tegas Jazuli.
Mengenai angka kenaikan upah pekerja, Jazuli mengusulkan kenaikan UMK seharusnya naik 15 persen dari sebelumnya. Perkiraan itu didapat dari hasil survei kebutuhan hidup layak sesuai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Sesuai hasil survei kebutuhan riil yang telah kami lakukan, UMK tahun 2020 harusnya naik 15 persen," tutupnya.