Rabu, 17 July 2019 14:19 UTC
SEDIKIT. Kegiatan belajar mengajar di SMP PGRI 17 yang hanya diikuti oleh empat siswa. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya – Sejumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Surabaya mendapatkan murid baru tak lebih dari hitungan jari. Hal ini disebabkan penambahan pagu olehDinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya pada Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) melebihi ketentuan yang disepakati.
Jumlah pagu yang semula berjumlah 32 siswa, ditambah menjadi 38 sampai 40 siswa.
Sekolah seperti SMP PGRI 17 hanya menerima empat murid, SMP Among siswa ada empat siswa dan mengundurkan diri, hingga SMP Gatra yang hanya tiga siswa, dan masih banyak lainnya.
BACA JUGA: Swasta Kekurangan Murid, Ikhsan Sarankan Siswa Segera Daftar
Kepala Sekolah SMP PGRI 17 Endah Sri Mustikaningsih mengungkapkan, jika sebenarnya jumlah siswanya ada enam anak.
Namun, dua di antaranya terpaksa mencabut pendaftaran karena masuk di SMPN 55 dan SMPN 21.
“Kami konfirmasinya (dua calon murid yang menarik pendaftaran) sehari sebelum masuk. Ini rencananya ada yang mau daftar saya tunggu tapi masih belum daftar,” kata Endah saat ditemui di ruangnya di SMP PGRI 17.
Empat siswa ini pun dirasa Endah sangat kurang dari target kuota 64 murid dengan dua kelas.
BACA JUGA: Tarik Ulur Pagu Rombel Rugikan Sekolah Swasta Untungkan Wali Murid
Untuk menarik minat calon siswa baru, SMP PPGRI akan terus membuka pendaftaran.
“Masih buka terus sampai memenuhi target (64 siswa). Dibukanya tidak terbatas sampai belum ulangan. Karena sekarang kelas yang dipakai hanya satu, yang satunya kosong,” ujarnya.
Ia juga merasa penambahan pagu di Surabaya berdampak pada sekolah swasta, termasuk SMP PGRI 17.
Sebab, siswa yang sudah daftar ditarik oleh negeri.

LENGANG. Kondisi SMP Among Siswa yang lengang.
Pasalnya, ia juga membandingkan dampak PPDB Sistem Zonasi Surabaya dengan Sidoarjo.
“Bisa ratalah pembagian siswanya, swasta juga kebagian. Jadi tidak hanya negeri, swasta juga ingin anak pintar. Sesuai aturan saja lah. Surabaya itu dari dulu aneh, Sidoarjo aja kebanjiran swastanya,” tegas dia.
Berikutnya, Kepala Sekolah SMP Among Siswa Sri Suharmini juga kehilangan 10 siswa yang seharusnya memiliki delapan siswa, kini menjadi empat. Pun dari empat siswa itu berasal dari luar kota semua.
BACA JUGA: Ribuan Guru Swasta Sebut Dispendik Ingkari Perjanjian Soal Pagu
“Hanya empat, sudah hilang sekarang. Sudah dipanggil negeri,” ucapnya.
Dengan jumlah siswa yang sedikit tersebut, kata Sri, empat siswa tersebut memilih untuk pindah dan juga mendundurkan dari dari SMP Among Siswa.
Ia pun merasa jika kekurangan siswa ini berasal dari imbas penambahan pagu. Sri juga berharap zonasi murid di Surabaya bisa dijalankan dengan baik seperti kota lain.
“Zonasi murni tidak dijalankan dengan baik. Negeri buka pagu terus membuat ketarik siswa. Zonasi itu bagus, kami dukung, malah menguntungkan buat kami. Karena ada modifikasi yang membuat kami kekurangan siswa,” tutupnya.