Jumat, 19 December 2025 06:04 UTC

Kombes (Pol) Arsal Sabhan (paling kanan) saat mengikuti Pendidikan Sespimti Polri Dikreg 34 Gelombang 2. (Dok Lemdiklat Polri)
JATIMNET.COM – Teknologi blockchain yang selama ini dikenal sebagai simbol transparansi dan inovasi digital ternyata menyimpan potensi ancaman serius terhadap stabilitas keuangan negara. Ancaman ini belum banyak disadari publik. Peringatan tersebut disampaikan Kombes Pol Dr. M. Arsal Sahban dalam naskah strategis yang ia susun saat mengikuti Pendidikan Sespimti Polri Dikreg 34 Gelombang 2.
Dalam wawancara, Arsal menegaskan bahwa perkembangan teknologi blockchain telah dimanfaatkan kelompok kejahatan modern untuk menjalankan aksi keuangan ilegal lintas negara dengan kecepatan tinggi dan tingkat anonimitas yang sulit dilacak aparat penegak hukum.
“Blockchain tidak selalu netral. Di tangan pelaku kejahatan, teknologi ini justru bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk merusak sistem keuangan negara,” ujar Arsal saat diwawancarai secara tertulis oleh Jatimnet.com pada Kamis, 18 Desember 2025.
BACA: Polres Gresik Selidiki Aplikasi “Go Matel” Diduga Disalahgunakan Debt Collector
Gagasan tersebut mengantarkan Arsal meraih predikat lulusan terbaik bidang Sanyata Sumanasa Wira Aksara (novelty). Penilaian tersebut diberikan karena Naskah Strategis (NASTRAP) yang ia susun dinilai menghadirkan perspektif baru dan belum pernah diangkat sebelumnya dalam karya ilmiah di lingkungan Sespimti Polri.
Dalam NASTRAP itu, Arsal mengurai fenomena cyber dependent financial crime, sebuah model kejahatan yang tidak sekadar berbasis siber, tetapi sepenuhnya bergantung pada teknologi blockchain. Kejahatan ini mencakup peretasan sistem, pencucian aset digital, hingga pengalihan dana lintas yurisdiksi tanpa jejak transaksi konvensional.
Menurut Arsal, karakter kejahatan berbasis blockchain jauh lebih berbahaya dibandingkan kejahatan keuangan tradisional. Pelaku bergerak lintas negara, memanfaatkan celah hukum antarwilayah, serta menggunakan sistem desentralisasi untuk menyamarkan identitas.
“Kejahatan ini anonim, multi-yurisdiksi, dan bergerak sangat cepat. Jika Polri masih menggunakan pendekatan lama, maka kita akan selalu tertinggal,” kata mantan Kapolres Lumajang tersebut.
BACA: Bripka AS Ditetapkan Sebagai Tersangka Pembunuhan Mahasiswi UMM
Arsal menilai, Polri tidak bisa lagi mengandalkan pola penindakan yang bersifat reaktif dan sektoral. Ia mendorong perubahan strategi penegakan hukum yang adaptif, kolaboratif, dan berbasis pemahaman teknologi mutakhir.
“Ini bukan ancaman masa depan. Ini ancaman yang sudah terjadi hari ini. Negara harus hadir lebih cepat dari pelaku kejahatan,” tegasnya.
Sebagai perwira menengah yang dikenal berpengalaman, Arsal bukan sosok asing dalam penanganan kasus besar. Saat menjabat Kapolres Lumajang, ia berhasil mengungkap sejumlah perkara menonjol yang berdampak luas bagi keamanan dan ketertiban masyarakat. Pengalaman lapangan tersebut memperkuat analisisnya dalam melihat ancaman kejahatan finansial berbasis teknologi.
BACA: Prihatin Peretesan, 3 Mahasiswa ITS ini Kembangkan Aplikasi Terintigrasi Dengan Blockchain
Sementara itu, Kasespim Polri Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi Polri saat ini semakin kompleks dan berbeda dari era sebelumnya. Menurutnya, dinamika global dan akselerasi teknologi digital memaksa institusi Polri untuk mengubah paradigma kepemimpinan.
“Kita berada di persimpangan zaman yang menuntut perubahan mendasar. Tantangan saat ini jauh lebih disruptif dan bernuansa digital,” ujar Daniel dalam sambutannya.
Ia menilai karya strategis seperti NASTRAP yang disusun Arsal mencerminkan kebutuhan Polri terhadap pemimpin yang tidak hanya piawai mengelola organisasi, tetapi juga mampu membaca ancaman global secara komprehensif.
Pendidikan Sespimti Polri Dikreg 34 Gelombang 2 resmi ditutup pada 17 Desember 2025. Program ini diikuti 368 peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan pengembangan kepemimpinan di lingkungan Polri.
