Kamis, 08 August 2019 11:17 UTC
CABANG JATIM: Rombong di Jalan S Parman Banyuwangi itu salah satu dari 36 cabang waralaba Tuk Tuk Tea di Jawa Timur dan Jakarta. Foto: Suudi.
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Di depan sebuah swalayan waralaba di Jalan S Parman Banyuwangi, gadis berjilbab hitam meracik teh di balik rombong kayu cokelat. Di depannya berdiri cerek logam hitam bercucuk panjang dan cerek pendek gemuk di atas pemanas elektrik.
Dituangnya teh dari cerek hitam bersaring dan susu UHT ke dalam gelas yang telah terisi bongkahan es batu separuh. Tak lupa perasa mangga yang membuat seluruh isi gelas plastik itu jadi berwarna kuning.
"Di sini termasuk yang sepi, setiap hari dapat uang (omzet) satu juta rupiah. Kalau yang ramai dapat uang dua juta rupiah per hari," kata gadis penjaga, Selasa 6 Agustus 2019.
Rombong di Jalan S Parman Banyuwangi itu salah satu dari 36 cabang waralaba Tuk Tuk Tea di Jawa Timur dan Jakarta. Di Jatim, penyedia minuman es teh campur susu itu ada di Sidoarjo, Ngawi, Jember, dan terbanyak di Banyuwangi dengan 31 cabang.
BACA JUGA: Upaya Waralaba Teh di Banyuwangi Kurangi Sampah Plastik
Tak heran, Rudy Purbanto pemilik Tuk Tuk Tea mulai membuka usaha itu di Banyuwangi Oktober 2017. Kisahnya mengawali usaha yang bahkan dirancang sejak tahun 2013 itu, disampaikannya dalam sebuah seminar di kampus Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi), Selasa 6 Agustus 2019.
"Siapa yang tidak suka es teh? Semua orang suka es teh. Tapi harus ada inovasi, karena kalau es teh begitu saja ya akan sama, tidak ada kelebihannya dari yang lain," kata Koko, sapaan Rudy Purbanto.
Kemudian dia melakukan percobaan mencampurkan es teh dengan susu sampai bertemu komposisi yang pas. Resep rahasia itu ditemukannya setelah berkali-kali gagal, dan mendapatkan kritik serta komentar negatif dari kawan bahkan keluarga.
Meskipun berasal dari Jakarta, usaha Koko berkembang pesat di Banyuwangi karena dia pernah bekerja di Banyuwangi. Namun pada akhirnya dia memutuskan untuk lebih fokus pada pengembangan Tuk Tuk Tea.
BACA JUGA: Banyuwangi Coffee Processing Festival Paparkan Pentingnya Kemasan
"Kalian harus siapkan mental, karena kalau tidak pasti akan kena omongan orang," kata dia yang kemudian menceritakan komentar negatif yang diterimanya saat hanya laku sembilan gelas.
Bagaimana menentukan lokasi pemasangan rombong Tuk Tuk Tea, dikatakannya dilakukan dengan perhitungan peta demografi sebuah desa atau kelurahan. Misalnya di sana ada berapa RW, berapa RT di setiap RW dan berapa penduduk di setiap RT.
Ratusan mahasiswa dan pelajar SMA yang menghadiri seminar nasional itu mendapatkan pesan darinya agar tidak menyerah pada setiap kegagalan yang ditemui. Pasalnya bila memulai usaha sekarang, usahawan pemula akan menikmati hasilnya baru beberapa tahun kemudian.
"Harus berpikir bahwa kegagalan adalah kenikmatan yang harus disyukuri, karena kegagalan dijadikan belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Ke depan harus mencoba lagi tanpa menyerah. Setelah mendapatkan keberhasilan akan menjadi kenikmatan yang lebih besar," begitu motivasi yang ditularkannya pada peserta seminar.
BACA JUGA: Cerita Bibir Sumbing sampai Menggambar Tanpa Jemari, Cara Rizki Raih Mimpi
Kepada Jatimnet, Koko mengatakan 36 cabang yang ditanganinya kini mampu menjual tiga ribu hingga lima ribu gelas per hari. Pihaknya juga sedang mengembangkan waralaba itu dengan menambah 18 cabang baru.
Media promosi yang diandalkannya untuk menjual es teh seharga Rp 8.000 ukuran medium dan Rp 10.000 ukuran besar, hanya media sosial. Media sosial, kata Koko, sejauh ini dinilai cukup efisien untuk mempromosikan Tuk Tuk Tea pada sasaran konsumennya yang kebanyakan kaula muda.
"Saya lebih mengambil media sosial untuk memudahkan dikenal orang. Menurut saya memang cukup efisien, kalau dibilang kurang ya masih kurang," katanya lagi.
Tuk Tuk Tea juga dikatakannya memiliki rencana mengurangi sampah plastik yang dihasilkan, dengan menghadirkan tumbler khusus. Tak hanya itu, perkembangan selanjutnya dia arahkan menjadi start up pembayaran berbagai jenis tagihan.

TUMBLER: Produk Tuk Tuk Tea yang menggunakan tumbler diharapkan bisa mengurangi sampah plastik. Foto: Suudi.
Semacam Payment Point Online Bank (PPOB), orang yang datang ke gerai Tuk Tuk Tea juga bisa membayar tagihan listrik, token listrik, air, telepon, pulsa seluler, dan tiket. Sebagai mantan bankir, Koko mengaku tahu beberapa bank terbuka pada kerjasama untuk pelayanan pembayaran tersebut.
"Menggandeng suatu bank atau aplikasi yang sudah berjalan, basis pembayaran melalui bank. Bukan mengeluarkan uang sendiri, tapi seperti virtual account," kata dia.
Sehingga, kata Koko, orang yang datang untuk beli es teh digiring untuk ingat tagihan-tagihan yang harus dibayarnya. Dengan virtual account bank juga, pelanggan bisa membayar es Tuk Tuk Tea tanpa uang tunai alias cash less.
Dia mengakui perkembangan dari bisnis berjualan es teh menjadi start up yang dilengkapi sistem pembayaran mutakhir terdengar aneh. Namun dia mengingatkan, Gojek yang kini berkembang ke berbagai layanan dan jenis pembayaran, awalnya hanya usaha mempertemukan antara tukang ojek dan pelanggan yang membutuhkan jasa mereka.
"Aneh ya? Saya memang suka yang aneh-aneh," pungkas Koko.