Kamis, 07 November 2019 11:46 UTC
Ilustrasi cadar. Foto: Unsplash
JATIMNET.COM, Surabaya – Pakar Counter-Terorism Universitas Airlangga, Amira Paripurna meminta pejabat dan warga masyarakat agar tak merumuskan orang yang terpapar radikalisme hanya dari simbol memakai cadar dan celana cingkrang.
“Merumuskan siapa yang radikal hanya dari simbolik cadar dan cingkrang kurang pas, tentu merumuskan dari sisi ini bermasalah,” kata Amira kepada Jatimnet.com, Kamis 7 November 2019.
Amira melanjutkan, termasuk penggunaan istilah deradikalisasi, sering disalahgunakan. Istilah tersebut merujuk kepada terdakwa, tersangka, narapidana atau mantan narapidana yang telah menjadi bagian dari anggota teroris.
BACA JUGA: Wacana Larangan Bercadar bagi PNS, Wapres Sebut Tak Berkaitan dengan Radikalisme
Sementara untuk kalangan yang lebih luas, Amira menyebut istilah yang tepat adalah kontra radikalisme.
“Perlu ada terminologi dan penggunaan istilah yang tepat, termasuk sasarannya juga harus tepat, kita tidak tahu kelompok mana yang disebut radikal dan bukan,” tegas akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu.
Amira menilai wacana larangan cadar ataupun celana cingkrang yang dilontarkan Menteri Agama Fachrul Razi di instansi pemerintah sangat tidak produktif.
BACA JUGA: Bangun Toleransi, MPU Aceh Haramkan Radikalisme
“Ukuran celana cingkrang itu bagaimana, termasuk cadar juga, tidak ada ukuran pasti,” ungkapnya.
Sebagai solusi, Amira mengatakan untuk melakukan upaya kontra radikalisasi.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Pemerintah perlu melakukan upaya yang sama seperti yang dilakukan teroris, seperti menyediakan narasi lain yang disebarluaskan kepada masyarakat.
BACA JUGA: Penasehat KPK Tegaskan Tidak Ada Paham Radikalisme di KPK
“Mereka yang terpapar radikalisme hanya tau narasi tunggal, apalagi sekarang dengan internet, sebarkan saja narasi-narasi lain, memang kelihatannya lambat tapi lebih efektif,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi melempar wacana kajian tentang larangan penggunaan cadar di instansi pemerintah. Namun, Menag kemudian mengoreksi perkataanya sambil menyatakan jika kementeriannya tak berhak mengeluarkan larangan apapun.