Logo

Abaikan Dampak Sosial dan Lingkungan, Warga Ancam Tutup Paksa Tambang Emas Banyuwangi

Warga Beri Waktu Pemprov Jatim Mengkaji 30 Hari
Reporter:,Editor:

Jumat, 28 February 2020 14:00 UTC

Abaikan Dampak Sosial dan Lingkungan, Warga Ancam Tutup Paksa Tambang Emas Banyuwangi

TAMBANG. Salah satu titik lokasi penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi. Foto: Istimewa

JATIMNET.COM, Surabaya – Warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, yang menuntut penghentian industri tambang emas akhirnya ditemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Jumat, 28 Februari 2020. 

Pertemuan tersebut berlangsung tertutup bagi media selama kurang lebih 1,5 jam. Usai pertemuan, Khofifah beramah tamah dan berbincang dengan beberapa warga. 

Sayangnya, Khofifah enggan memberi pernyataan ke media. Ia melimpahkan kepada Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jatim Setiajit yang juga hadir dalam pertemuan. "Biar Pak Setiajit saja, monggo," ujar Khofifah. 

Setiajit yang berada tidak jauh dari Khofifah langsung menghampiri awak media. Ia menyebut pemberian sanksi administrasi baru bisa diberikan bila ada pelanggaran di Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

DIALOG. Pertemuan Gubernur Jatim Khofifah dan perwakilan warga Banyuwangi yang menuntut penghentian tambang emas di Gedung Negara Grahadi, Jumat, 28 Februari 2020. Foto: Baehaqi Almutoif

 BACA JUGA: Warga Banyuwangi Penolak Tambang Emas Lindungi Bukit Salakan Tempat Evakuasi Tsunami

"Misalkan ada pelanggaran pasal 40, pasal 41, pasal 23, pasal 70, pasal 71, atau bahkan juga ada pelanggaran pasal 128 terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009," kata Setiajit. 

Namun, ia yakin pelanggaran di dalam pasal-pasal itu tidak terjadi. Sehingga tidak memungkinkan dilakukan sanksi administrasi atau pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Kendati demikian, Setiajit mengaku bakal melakukan evaluasi, termasuk menginstruksikan inspektur tambang dan tim pengawas pertambangan untuk melihat ada tidaknya pelanggaran kerusakan lingkungan. "Tapi saya yakin itu tidak terjadi karena sudah diawasi Kementerian LHK juga," tuturnya

Selain itu, pihaknya juga akan melihat ada tidaknya pemukiman yang terkena titik kordinat pengembangan kawasan pertambangan di Gunung Salakan. Terakhir terkait titik tangkapan air. Dinas ESDM bakal melakukan evaluasi terkait kemungkinan berkurangnya air di sekitar tambang. 

EKSPLOITASI. Citra satelit yang menggambarkan eksploitasi tambang emas di bekas hutan lindung Gunung Tumpang Pitu. Foto: Google Maps

BACA JUGA: BSI Pastikan Tambang Emas di Banyuwangi Legal

Sementara itu, juru bicara warga Desa Sumberagung, Nur Hidayat, mengaku kecewa dengan hasil pertemuan. Menurutnya, Khofifah kurang memihak terhadap masyarakat yang terdampak tambang.

"Berkas sudah kami serahkan ke Gubernur, di situ harusnya Gubernur mempelajari laporan kita. Bukan justru mengadu dengan kelompok pro (tambang)," kata pria yang biasa dipanggil Dayat itu. 

Warga mengklaim berkas yang diserahkan berisi kajian kerusakan lingkungan sesuai dengan undang-undang. Dengan itu, mereka berharap gubernur mencabut IUP PT. Bumi Suksesindo (BSI) dan PT. Damai Suksesindo (DSI) di Gunung Tumpang Pitu dan Salakan. 

Warga, kata Dayat, memberikan waktu 30 hari kepada gubernur untuk memberikan tanggapan atau keputusan. "Apapun keputusannya akan kami tunggu," katanya. 

Apabila gubernur tidak memberi jawaban atau keputusan, warga mengancam akan menutup tambang. "Kalau Gubernur tidak memberikan keputusannya sesuai dengan yang dikatakan undang-undang, ya masyarakat yang akan menutup tambang," katanya.

Industri tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya yang dikelola PT Merdeka Copper Gold (Tbk) melalui dua anak usahanya, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) memang mendatangkan dampak ekonomi bagi masyarakat yang direkrut jadi pekerja. BSI juga menjalankan program CSR di bidang pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur desa.

EKSPLOITASI. Citra satelit yang menggambarkan eksploitasi tambang emas di bekas hutan lindung Gunung Tumpang Pitu. Foto: Google Maps

BACA JUGA: Temui Warga, Komnas HAM Mulai Investigasi Konflik Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi

Namun di sisi lain, industri tambang menimbulkan konflik sosial dan dampak lingkungan jangka panjang. Sejak produksi tambang emas dimulai 2016-2017, beberapa kali terjadi konflik antara warga penolak tambang, perusahaan, dan aparat keamanan penjaga tambang.

Bahkan sejumlah warga penolak tambang dipenjara dengan tuduhan perusakan dan penyebaran faham komunisme. Konflik sosial dan dugaan pelanggaran HAM atas lingkungan yang sehat sedang diinvestigasi Komnas HAM.

Wilayah resapan air juga berkurang drastis karena kawasan gunung yang dulunya hutan lindung telah tereksploitasi dan tak mungkin bisa direklamasi. Warga juga terancam kehilangan tempat perlindungan dari tsunami karena gunung dan perbukitan telah dan akan dieksploitasi untuk tambang.

Atas dasar itulah, warga menolak tambang yang hanya menguntungkan kalangan elit dan pengusaha serta merusak ekosistem alam dalam jangka panjang. Warga memilih mempertahankan ekosistem alam yang manfaatnya dirasakan seumur hidup daripada tambang yang manfaatnya terbatas oleh waktu dan hanya dirasakan segelintir orang.