Senin, 13 January 2020 05:40 UTC
TUMPANGPITU. Tampak citra satelit yang menampakkan lahan yang dieksploitasi untuk tambang emas di Gunung Tumpangpitu, Desa Sumberagung, Kec. Pesanggaran, Banyuwangi. Foto: Repro Google Maps
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Sebagian warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, telah enam hari berkemah bersama di tepi jalan desa. Lokasi kemah mereka berada di kawasan dekat bekas tambak.
Aksi warga ini sebagai upaya untuk menghadang penambangan emas lanjutan yang dilakukan PT. Bumi Suksesindo (BSI) pada bukit Salakan. Warga khawatir Salakan juga jadi target selanjutnya selain kawasan bekas hutan lindung gunung Tumpang Pitu yang ditambang bijih mineralnya sejak 2016 dan perusahan memproduksi emas sejak 2017.
Dampaknya, wilayah resapan air semakin berkurang drastis selain dampak buruk lain akibat pertambangan. Kurangnya wilayah resapan air berdampak pada menurunnya kualitas dan produksi tanaman pertanian dan perkebunan di desa setempat. Wilayah sekitar tambang juga pernah dilanda banjir lumpur yang bermuara ke laut dan pantai Pulau Merah sebagai bagian Samudra Hindia atau laut selatan Jawa. Banjir lumpur itu akibat aktivitas pertambangan di Tumpang Pitu.
Di sekitar tenda yang didirikan warga terdapat dua rambu pemberitahuan jalur evakuasi bencana yang mengarah ke perbukitan di sebelah utara. Di utara lokasi tenda tampak perbukitan yang terdiri dari bukit Plentesan, Salakan, dan Gendruwo.
BACA JUGA: Mengenang Tsunami Pancer Banyuwangi 25 Tahun Silam
"Warga yang datang ke sini sekitar 500-an orang," kata Adin, salah satu warga yang berjaga di bawah tenda, Minggu, 12 Januari 2020.
Tak hanya tenda untuk berjaga sambil bercengkrama, ada juga tenda dapur untuk memasak bahan makanan yang disumbang warga lain. Suasana lengang dan tenang itu bisa berubah tegang ketika warga berupaya menghalangi beberapa orang yang akan menuju Salakan.
MELAWAN. Warga Desa Sumberagung, Kec. Pesanggaran, Banyuwangi, mendirikan tenda untuk menghalangi aktivitas penambangan lanjutan di bukit Salakan, Minggu, 12 Januari 2020. Foto: Ahmad Suudi
Desa Sumberagung terutama Dusun Pancer pernah dilanda tsunami hebat tahun 1994 dan tercatat 229 orang meninggal dunia. Hingga kemudian dibangun monumen peringatan tsunami yang sampai sekarang masih berdiri.
BACA JUGA: Kades Sumberagung Memohon Gubernur Jatim Cabut Izin Tambang Emas Tumpang Pitu
"Gunung Salakan harapan terakhir nelayan Pancer untuk pencegahan seandainya ada tsunami lagi di Dusun Pancer," kata Adin. Jarak pantai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pancer yang merupakan salah satu sentra penghasil ikan di Banyuwangi dengan Tumpang Pitu sekitar 8,3 kilometer.
Kontroversi tambang emas di Tumpang Pitu terjadi sejak tahun 2006. Beberapa perusahaan telah diberi izin oleh pemerintah untuk melakukan eksplorasi (pengeboran penyelidikan) dan eksploitasi (produksi penambangan) dan terakhir dilakukan BSI hingga kini.
Sejak 2012 hingga 2016, BSI memenuhi persyaratan mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Lingkungan, studi kelayakan peningkatan kapasitas produksi, sertifikasi JORC, akuisisi lahan kompensasi, dan beberapa kali Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dengan luas tertentu. Setelah memperoleh pendanaan dari luar negeri, sejak 1 Desember 2016 BSI memulai penambangan bijih mineral dan per 17 Maret 2017 memulai produksi emas.
Dikutip dari situs walhijatim.or.id, pada 10 Oktober 2012 melalui surat nomor 522/635/429/108/2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung seluas 9.743,28 hektar di BKPH Sukamade, Pesanggaran, Banyuwangi, menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, permohonan perubahan ini terkait dengan kepentingan pertambangan emas di tempat yang seharusnya tidak diperbolehkan karena termasuk hutan lindung dan perannya sangat vital bagi keberlangsungan kelestarian Tumpang Pitu. Pada 19 November 2013, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 826/Menhut–II/2013, sekitar 1.942 hektar hutan lindung di Tumpang Pitu diturunkan statusnya menjadi hutan produksi.
TUMPANGPITU. Gunung Tumpangpitu yang tereksploitasi tambang emas tampak dari pantai Mustika, Dusun Pancer, Desa/Kec. Pesanggaran, Banyuwangi, Minggu, 12 Januari 2020. Foto: Ahmad Suudi
Setelah perusahaan melengkapi persyaratan di tingkat pusat dan provinsi, Pemkab Banyuwangi membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 08 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.
Dalam pasal 61 di perda tersebut dijelaskan bahwa Pemkab Banyuwangi menetapkan area tambang emas, perak, dan tembaga dengan luas sekitar 22.600 hektar yang lokasinya berada di Kecamatan Pesanggaran dan Kecamatan Siliragung. Artinya, gunung dan perbukitan di dua kecamatan setempat dengan luas yang sudah ditentukan akan terus jadi sasaran penambangan hingga tahun 2032.
Pemkab Banyuwangi juga menerbitkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 yang mengatur wilayah setempat sebagai kawasan strategis yang memiliki tatanan RTRW tersendiri.
Selain itu, tambang emas Tumpang Pitu juga ditetapkan sebagai Obyek Vital Nasional (Obvitnas) oleh Kementerian ESDM pada tahun 2016 dan menutup akses masyarakat untuk masuk ke wilayah tambang.
PT. BSI adalah salah satu anak perusahaan PT. Merdeka Copper Gold (Tbk). Dewan Komisaris dan direksi PT. Merdeka Copper Gold (Tbk) di antaranya mantan Kepala BIN Jendral TNI (Purn) AM. Hendropriyono sebagai presiden komisaris, Edwin Soeryadjaya sebagai wakil presiden komisaris, Garibaldi Thohir sebagai komisaris, dan anak Hendropriyono, Rony N. Hendropriyono, sebagai salah satu direktur. Garibaldi atau yang dikenal dengan Boy Thohir masih saudara Menteri BUMN Erick Thohir.
Saham utama PT. Merdeka Copper Gold (Tbk) dipegang dua perusahaan investasi yakni PT. Saratoga Investama Sedaya (Tbk) dan PT. Provident Capital Indonesia. PT. Saratoga Investama Sedaya (Tbk) didirikan Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya yang menjabat sebagai presiden komisaris. Edwin adalah salah satu putra dari William Soeryadjaya pendiri PT Astra Internasional (Tbk).
