Jumat, 14 February 2020 16:55 UTC
INVESTIGASI. Komisioner Komnas HAM saat menemui warga di tenda yang didirikan untuk menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan Salakan, Kamis, 13 Februari 2020. Foto: Istimewa
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai melakukan investigasi terkait konflik yang terjadi akibat tambang emas Tumpang Pitu di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengunjungi tenda yang didirikan warga penolak tambang emas di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kamis, 13 Februari 2020. Ia mendengarkan langsung keluhan warga terkait dugaan pelanggaran HAM yang mereka alami akibat menolak tambang emas.
Warga melaporkan berbagai kekerasan yang mereka alami seperti hinaan atau pelecehan secara verbal, ancaman, hingga kekerasan fisik berupa penangkapan paksa dan pemukulan.
Beka mengatakan pihaknya mencatat keluhan-keluhan warga tersebut dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan penyusunan rekomendasi. Pihaknya juga akan meminta konfirmasi pihak-pihak yang dilaporkan warga sebagai pelanggar hak-hak mereka.
BACA JUGA: Komnas HAM Bahas Konflik Tambang Emas Tumpangpitu Banyuwangi
“Tentu saja ini harus dikonfirmasi dengan para pihak yang tadi disebutkan itu. Tapi tentu saja ini adalah informasi penting dan berdasarkan fakta. Itu yang saya kira paling utama dari pertemuan hari ini,” kata Beka dalam rilis yang diterima jatimnet.com.
Warga juga meminta agar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Bumi Suksesindo (BSI) dan PT. Damai Suksesindo (DSI) di Gunung Tumpang Pitu, Salakan, dan sekitarnya dicabut.
Beka mengatakan akan melihat apakah IUP tersebut didapatkan dengan proses yang benar atau justru disertai intimidasi terhadap warga sebagaimana wilayah advokasi Komnas HAM. “Kita akan melihat, apakah izin yang diperoleh tidak melalui proses yang benar atau disertai dengan intimidasi dan lain sebagainya,” katanya.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Hentikan Penambangan Emas di Tumpang Pitu, Ini Alasannya
Pihaknya juga menemui kepala daerah, perusahaan tambang, dan kepolisian untuk menyampaikan pentingnya menjaga kondusivitas wilayah tersebut. Beka juga melakukan pertemuan tertutup dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan jajarannya di kantor Pemkab Banyuwangi.
“Agar tidak ada lagi konflik, ancaman, dan intimidasi kekerasan kepada warga yang sedang memperjuangkan haknya,” ujarnya.
Beka juga berjanji akan menfasilitasi pertemuan warga penolak tambang emas dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Sebelum tenda penolakan tambang emas didirikan warga pada 5 Januari 2020, pekerja PT. BSI dan peneliti Universitas Trisakti dengan dikawal Brimob Polda Jatim mencoba memasuki wilayah Gunung Lompongan, Gendruwo, Salakan, dan Pletes untuk melakukan penelitian geolistrik. Wilayah tersebut merupakan wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) PT. BSI.
IUP-OP itu keluar berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012 dan telah diubah dengan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/928/KEP/429.011/2012 tanggal 7 Desember 2012 yang berlaku hingga 25 Januari 2030. IUP-OP tersebut dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 tahun.
BACA JUGA: Warga Banyuwangi Penolak Tambang Emas Lindungi Bukit Salakan Tempat Evakuasi Tsunami
IUP-OP yang dikantongi PT. BSI itu memiliki luas 4.998 hektar mencakup Gunung Tumpang Pitu, Gunung Salakan, dan sekitarnya. PT. BSI mengelolanya menjadi empat proyek di antaranya Tujuh Bukit Project, Salakan, Candrian, dan Katak Prospect.
Gunung Tumpang Pitu sebenarnya hutan lindung yang diubah statusnya jadi hutan produksi oleh Menteri Kehutanan zaman Zulkifli Hasan atas usulan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas tahun 2012.
Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya termasuk Salakan merupakan zona rawan tsunami yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Sebelum ditambang, gunung tersebut berfungsi sebagai pelindung masyarakat dari bencana tsunami yang pernah terjadi tahun 1994.
Pada awal Januari 2020 lalu, warga sempat menghalangi kegiatan penelitian di Gunung Salakan yang masuk dalam proyek pertambangan sebab gunung tersebut jadi ‘benteng terakhir’ perlindungan warga dari ancaman tsunami.
