Kamis, 07 November 2019 05:45 UTC
RESMI. Aplikasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) online, paperless, digital signing, dan e-evaluasi APBD kabupaten/kota dipercaya memudahkan perencanaan. Foto: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur meluncurkan Aplikasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) online, paperless, digital signing, dan e-evaluasi APBD kabupaten/kota, pada Rabu 6 November 2019.
Aplikasi ini membuat sistem penganggaran di kabupaten/kota lebih transparan dan memudahkan evaluasi, karena bisa diakses setiap waktu. Sehingga tercipta konektivias antara perencanaan dan penganggaran di Jatim. Selain itu, penerapan e-planning dan e-budgetting secara regional se provinsi.
Namun begitu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku masih banyak kekurangan dalam aplikasi tersebut.
“Tidak bisa ujug-ujug (mendadak). Jadi harus disisir satu per satu yang mana dulu bisa bangun transparansi dan bisa mengakses secara real time (setiap waktu)," ujar Khofifah.
BACA JUGA: Pengadaan Seragam SMA/SMK Oleh Dinas Pendidikan Jatim Batal Dilakukan
Dari 38 kabupaten/kota, baru 14 daerah yang terintegrasi e-planning dan e-budgetting dengan Pemprov Jatim. Sisanya masih menjadi pekerjaan rumah Khofifah.
“Masih ada 24 kabupaten kota lagi yang belum dan menjadi PR kami ke depannya. Karena kami punya pemikiran harus regional,” ungkapnya.
Sebanyak 14 kabupaten/kota yang sudah menerapkan e-planning dan e budgetting adalah Pemkab Banyuwangi, Kediri, Lamongan, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pamekasan, Sampang, Situbondo, dan Sumenep. Sedangkan untuk pemkot adalah Surabaya, Probolinggo, Blitar dan Madiun.
“Secara APBD Jatim ini yang terbesar, karena ada 38 kabupaten/kota yang mencapai Rp 131 trilliun. Maka dengan kondisi ini, presisi, akurasi, dan akuntabilitas dari perencanaan dan penganggaran harus disiapkan,” tuturnya.
BACA JUGA: Tergusur Proyek JLBB, Gedung Pos Damkar Lakarsantri Dilelang
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jawa Timur, Jumadi mengklaim sistem ini dapat memangkas birokrasi. Tidak ada lagi berkas menumpuk, yang berujung pada molornya pencairan dana.
Penyedia barang dan jasa bisa ikut melihat dan melakukan monitor. Misalkan rekanan A bisa melihat dengan izin dari pengguna anggaran, karena nomor Surat Perintah Membayar (SPM) bisa diakses umum.
“Sistem ini terkoneksi dengan Bank Jatim dan aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) pengadaan barang dan jasa yang sekarang masih di Biro Administrasi Pembangunan,” Jumadi menjelaskan.