Sabtu, 10 October 2020 05:00 UTC
ILUSTRASI KASUS KEKERASAN ANAK:Kasus kekerasan perempuan dan anak di Jawa Timur masih tinggi. Kementerian PPPA mencatat, per tanggal 2 Oktober 2020 ada 1.221 kasus. Ilustrasi: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Masalah kekerasan perempuan dan anak di Jawa Timur masih terbilang tinggi. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) milik Kementerian PPPA mencatat, per tanggal 2 Oktober 2020 ada 1.221 kekerasan perempuan dan anak di Jatim.
Dimana 730 kasus diantaranya terjadi pada anak. Pada data itu juga disebutkan tingkat kekerasan seksual yang masih cukup tinggi mencapai 49,2 persen.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih melihat masalah kekerasan perempuan dan anak ini selaras dengan masih banyaknya pernikahan dini. Dan yang menjadi salah satu penyebab tingginya kekerasan seksual dibarengi dengan pernikahan anak
"Berdasarkan pengalaman sebagai pendamping anak, pernikahan anak ini kebanyakan diikuti oleh kekerasan seksual. Bukan perkawinan alami, tapi married by accident," ujar Hikmah, Sabtu 10 Oktober 2020.
BACA JUGA: Persentase Kematian Anak Terpapar Covid-19 Tinggi
Ia berharap, segera bersama ada tindakan mencari penyebab pernikahan dini. Sebab, angka pernikahan ini juga turut meningkatkan kekerasan pada anak.
Politikus PKB itu lantas menyoroti Madura sebagai wilayah yang tercatat kekerasan seksual cukup tinggi. Menurutnya, ini harus ada intervensi dari pemerintah provinsi. "Kalau kabupaten/kota tidak ada layanan, Komisi E Pemprov wajib hadir. Ada pembiaran pada pernikahan dini dan kekerasan seksual di Madura,” kata dia.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi membenarkan kasus kekerasan seksual di Madura memang terus meningkat. Dirinya menyayangkan empat kabupaten di Madura belum memberikan tempat yang aman bagi korban-korban kekerasan seksual maupun kekerasan terhadap anak ini.
BACA JUGA: Hingga Juli 2020, Kekerasan pada Anak dan Perempuan di Jatim Tinggi
“Untuk Bangkalan memang sudah dianggarkan, tapi lahannya belum disiapkan. Kami berharap Pemprov Jatim hadir. Minimal di Madura ada satu tempat untuk menampung para korban ini yang nantinya bisa digunakan untuk rehabilitasi menghilangkan trauma,” ungkap Mathur.
Politisi PBB ini mengaku sudah beberapa kali melakukan pendampingan kepada korban-korban kekerasan seksual. Kebanyakan saat dipanggil untuk sidang, biasanya korban ini mendapatkan ancaman jika tidak dikawal dengan ketat.
“Jadi kami berharap Ibu Gubernur Khofifah (Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa) bisa menganggarkan UPT khusus untuk anak-anak yang menjadi korban ini,” terangnya.
BACA JUGA: Tiga Bulan, 81 Anak di Jawa Timur Jadi Korban
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim Andriyanto mengakui masalah kekerasan perempuan dan anak, serta pernikahan dini terus meningkat. “Ini fenomena gunung es, bisa jadi yang tidak lapor banyak sekali, ini yang harus diwaspadai,” kata dia.
Sementara untuk pernikahan dini juga menunjukkan tren yang masih tinggi. Tahun 2019 tercatat 11,1 persen dari total pernikahan. Bukan tidak mungkin, kata Andri, angkanya meningkat tahun 2020 ini.
“Ini tidak bisa menyalahkan pengadilan atau orangnya, tapi yang harus diturunkan adalah penyebabnya. Bisa jadi penyebabnya adalah faktor pendidikan maupun pekerjaan. Untuk menurunkan ini kita bekerja sama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)," tegasnya.