Logo

Walhi Anggap Puting Beliung Akibat Kerusakan Lingkungan

Reporter:,Editor:

Selasa, 22 October 2019 09:14 UTC

Walhi Anggap Puting Beliung Akibat Kerusakan Lingkungan

PORAK PORANDA. Walhi menganggap puting beliung yang melanda Batu disebabkan adanya kesalahan tata kelola ruang yang berakibat kerusakan lingkmungan. Foto: IST

JATIMNET.COM, Surabaya – Manajer Bidang Pendidikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan, menyebut bencana puting beliung yang melanda Kota Batu 19-20 Oktober, disebabkan kerusakan lingkungan.

“Meningkatnya puting beliung menjadi bukti tentang perubahan lingkungan akibat kerusakan lingkungan,” ungkap Wahyu Eka dihubungi Jatimnet.com, Selasa 22 Oktober 2019.

Wahyu merinci, puting beliung yang melanda Kota Batu hingga menyebabkan 1.200 penduduk Sumber Brantas Bumiaji mengungsi, sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim di Indonesia.

BACA JUGA: Jalur Pacet-Cangar Ditutup Imbas Badai Angin di Batu

Dia menambahkan, berdasarkan kajian BMKG bencana hidrometereologi sangat erat kaitannya dengan curah hujan, kelembapan, temperatur dan angin. “Dampaknya adalah banjir, badai, kekeringan, kebakaran hutan, tornado, puting beliung, gelombang dingin dan gelombang panas,” Wahyu menjelaskan.

Selain itu, berdasarkan data yang dia dapat dari BNPB dalam sepuluh tahun terakhir menyebutkan bahwa bencana hidrometeorologi memiliki kaitan erat dengan perubahan iklim.

“IPCC atau intergovernmental panel on climate change, dalam risetnya mencatat jika peningkatan suhu satu derajat celsius, bisa mengakibatkan peningkatan sebesar tujuh persen kadar air di atmosfer,” lanjutnya.

BACA JUGA: BPBD Batu Rilis Sejumlah Kebutuhan Mendesak untuk Pengungsi

Wahyu melanjutkan, peningkatan suhu bahkan jika terburuk sampai enam derajat celsius, bisa mengakibatkan kelembapan atmosfer sebesar 40 persen. Akibatnya bisa meningkatkan kelembapan yang barakibat pada kadar air.

“Dampak yang ditimbulkan adalah curah hujan tinggi,” imbuh Wahyu.

Salah satu kerusakan lingkungan juga diakibatkan oleh salahnya perencanaan tata ruang dan wilayah. Tidak hanya itu, peningkatan suhu akan terasa sangat signifikan karena ditunjang dengan lingkungan yang rusak dan berdampak pada kelembapan atmosfer.

“Fenomena ini menyebabkan variabilitas presipitasi (turun atau jatuhnya air di atmosfer) serta membentuk awan-awan yang sifatnya konvektif terutama awan cumulonimbus yang dapat mengakibatkan cuaca ekstrem,” jelasnya.