Logo

Wacana Revisi UU Peradilan Militer, Begini Pendapat Muhadjir Effendy

Reporter:,Editor:

Senin, 14 April 2025 00:00 UTC

Wacana Revisi UU Peradilan Militer, Begini Pendapat Muhadjir Effendy

Ilustrasi militer. (shutterstock via Amnesty Indonesia )

JATIMNET.COM, Jember – Pakar Sosiologi Militer Muhadjir Effendy menyatakan bahwa UU Peradilan Militer sudah seharusnya direvisi seperti halnya UU TNI.

Menurutnya, revisi UU Peradilan Militer itu untuk mewujudkan persamaan masyarakat sipil dan TNI di hadapan hukum.

Ia menjelaskan, salah satu poin utama yang harus direvisi adalah soal yurisdiksi prajurit yang melanggar pidana umum.

Ketika ada prajurit yang melanggar pidana umum seperti korupsi, pencurian dan kriminal umum lain, dikatakan Muhadjir, seharusnya bisa diadili di peradilan umum. 

“Kalau dia (prajurit) melanggar yang sifatnya pidana umum, ya seharusnya sipil yang mengadili. Kalau peradilan militer, sesuai tupoksi militer. Kalau dia kriminal, ranahnya bukan militer, tapi diadili di peradilan sipil,” jelasnya saat ditemui Jatimnet.com di sela-sela acara di Universitas Muhammadiyah Jember, Minggu, 14 April 2025.

BACA: Muhammadiyah Yakin Rencana Prabowo Tampung Warga Palestina untuk Kemanusian

Ketua PP Muhammadiyah ini ini menilai bahwa UU Peradilan Militer yang disahkan tahun 1997 sudah waktunya direvisi. Hal ini seiring dengan pengesahan revisi UU TNI yang mempertagas aturan tentang penempatan personel TNI di peradilan. 

“Kan situasinya sudah berkembang. Ada unsur TNI yang masuk di peradilan. Nanti, itu bagian dari revisi UU Peradilan,” kata pria yang menyelesaikan S-3 Studi Sosiologi Militer Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tahun 2008 ini.

Di sisi lain, Muhadjir juga meminta warga memaklumi bahwa UU TNI memang sudah seharusnya direvisi seperti yang disepakati DPR dan Pemerintah beberapa waktu lalu.

Hal ini karena penempatan prajurit TNI di sejumlah kementerian/lembaga negara, juga sudah terjadi lama.

Selama ini, penempatan prajurit di luar kementerian/lembaga diatur dalam UU TNI yang lama dengan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukumnya. Maka, revisi UU TNI itu diharapkan bisa memperkuat legalitasnya.

Muhadjir menyebut contoh pengalamannya sewaktu menjadi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) di zaman pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin.

“Waktu saya jadi Menko PMK, BNPB yang berada di bawah koordinasi saya, itu kan yang memimpin perwira aktif, pangkat Letjen. Sehingga dengan adanya revisi UU TNI, itu dikukuhkan, supaya tidak inkonstitusional,” papar guru besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. 

BACA: Kronologi Kericuhan Demo RUU TNI di Surabaya dan Pemukulan Wartawan oleh Polisi

Ia juga kembali menegaskan, UU TNI hasil revisi yang sudah disahkan jauh dari kemungkinan hidupnya dwi fungsi ABRI. “Karena jati diri TNI masih tetap kok. TNI yang profesional, tidak berbisnis dan tidak berpolitik praktis,” sambung Muhadjir. 

Muhadjir juga menyebut, revisi UU TNI memang harus dilakukan agar sesuai dengan perkembangan zaman. 

“UU TNI (sebelum revisi) kan tahun 2024. Jadi sudah 20 tahun. Sehingga sudah waktunya untuk dikaji ulang,” pungkas Muhadjir. 

Desakan untuk merevisi UU Peradilan Militer sebelumnya digaungkan oleh berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Mereka menilai, UU Peradilan Militer merupakan PR reformasi 98 yang hingga kini belum terwujud.