Logo

UB Branding Desa Sukodadi untuk Wujudkan Desa Wisata Toleransi

Reporter:,Editor:

Selasa, 06 August 2019 11:17 UTC

UB <em>Branding</em> Desa Sukodadi untuk Wujudkan Desa Wisata Toleransi

KONSEP DESA: Tim Doktor Mengabdi UB menyampaikan konsep desa toleransi bersifat edukasi kepada warga Desa Sukodadi. Foto: Oky.

JATIMNET.COM, Malang – Tim Doktor Mengabdi berasal dari Universitas Brawijaya (UB) yang diketuai Dr. Nur Chanifah, M. Pd.I, akan membranding Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang untuk dijadikan desa wisata edukasi toleransi.

"Program ini sangatlah penting sebagai wujud dari pengabdian civitas akademik Universitas Brawijaya untuk mendorong potensi-potensi yan dimiliki warga setempat agar dapat dikembangkan jauh lebih berguna baik bagi masyarakat setempat dan masyarakat luar pada umumnya," jelas Chanifah.

Prisca Kiki Wulandari, M.Sc sebagai anggota Tim Doktor Mengabdi UB menyampaikan bahwa konsep desa toleransi bersifat edukasi.

"Hal ini dapat dilihat percontohan di Lasem Rembang, Jawa Tengah. Sasaran wisata edukasi ini nantinya akan membidik para peneliti, dosen, guru, mahasiswa dan siswa se-Malang Raya dan Jawa Timur.

BACA JUGA: UB Blak-Blakan Soal Beasiswa

Prisca juga menambahkan bahwa para wisatawan nantinya akan dapat berkomunikasi dengan warga secara langsung dan belajar kepada warga setempat tentang pentingnya hidup rukun di tengah perbedaan agama.

Acara yang digelar, Minggu 4 Agustus 2019 menyepakati mengenai niat baik dari Tim Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya ini untuk menindaklanjuti sesi pelatihan-pelatihan yang akan berlangsung satu hingga dua bulan ke depan.

Desa Sukodadi merupakan desa yang mempunyai potensi besar dalam bidang keberagaman. Khususnya dalam bidang agama dan keyakinan. Setidaknya masyarakat di Desa Sukodadi memeluk berbagai keyakinan yang telah lama hidup berdampingan.

Menurut Kepala Desa Sukodadi, Susilo Wahyudi mengatakan bahwa kehidupan yang harmonis di desa tersebut tidak bisa terlepas dari peran serta masyarakat yang terus menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa membeda-bedakan agama.

BACA JUGA: Beras Analog Racikan Mahasiswa UB Raih Penghargaan di Seoul

"Praktik ini telah berjalan puluhan tahun, sehingga ketika ada konflik yang muncul dapat segera diselesaikan secara budaya," ungkapnya.

Susilo menambahkan bahwa terkait urusan toleransi itu hal yang tidak mudah karena menyangkut masalah hati dan keyaninan.

"Tetapi atas dasar kekeluargaan toleransi antar warga ini dapat terwujud," tutur pria yang sudah memimpin desa ini selama kurang lebih enam tahun.