Ahmad Suudi

Reporter

Ahmad Suudi

Selasa, 27 April 2021 - 11:00

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Ucapan doa dan tahlil keluar dari belasan warga Perumahan Flamboyan, Kelurahan Sobo, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi. Mereka duduk melingkar di atas tikar, di jalan kompleks depan sebuah rumah bercat toska, Senin, 26 April 2021.

Peltu Wahyudi, sang tuan rumah terpekur sambil sesekali menanggapi sapaan tetangga. Putranya, Serda Ede Pandu Yudha Kusuma, baru saja dinyatakan gugur sebagai salah satu awak kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di perairan sekitar 40 kilometer utara Bali.

Wahyudi yang merupakan prajurit TNI AD menyadari profesi sebagai tentara memiliki risiko bahaya yang besar. Bahkan sebagian tugas berpotensi mengancam nyawa.

Namun wajah putranya, sepasang sepatu Pakaian Dinas Lapangan (PDL), dan kondisi istrinya yang syok berkelibat dalam pikiran. Sepatu PDL standar TNI buatan PT Pindad itu sekarang menjadi barang yang paling dia ingat.

BACA JUGA:  Tragedi KRI Nanggala (2): Generasi Nanggala Kedua

Wahyudi sengaja mencatatkan nomor kaki Pandu saat mendapatkan jatah pembagian PDL di Kodim 0825 Banyuwangi tempatnya bertugas. Dalam panggilan video terakhir dengan Pandu sekitar dua pekan lalu, diperlihatkannya sepatu itu dan sudah disampaikan akad diberikan kepada putra pertamanya itu.

"Le (Nak), ayah dapat pembagian sepatu. Wah bagus sepatunya, Yah, untuk siapa? Ya, untuk sampean, bukan untuk siapa-siapa, ayah habis ini pensiun," kata Wahyudi menirukan percakapannya dengan Pandu.

Namun, sepatu yang akan diberikan sang ayah pada anak kebanggaannya ini tidak sempat dipakai karena Pandu gugur dalam tugas.

“Itu kalau saya melihat sepatu itu saya terenyuh. Saya pilih ukuran, ukurannya dia, memang dengan maksud mau saya kasihkan dia," kata Wahyudi.

Pandu telah bercita-cita menjadi tentara sedari kecil, bahkan saat belum lancar berbicara. Dilantik menjadi prajurit TNI AL pada tahun 2016 dan masuk Korps Hiu Kencana atau pasukan khusus awak kapal dua tahun lalu.

BACA JUGA:  Tragedi KRI Nanggala (3): Tak Hanya Tabah, tapi Berjuang hingga Akhir

Dia sempat menjadi bagian awak kapal permukaan KRI Teluk Ratai-509, KRI Teluk Bone-511, di Armada II Surabaya. Kemudian bergabung dengan awak KRI Amboina-503 dan KRI Tanjung Kambani-971 di Jakarta, sampai akhirnya masuk KRI Nanggala-402. Kini bala TNI asal Banyuwangi itu gugur meninggalkan kenangan dan kebanggaan bagi orang tua, istri, dan keluarganya.

Pandu dan istrinya, Mega Dian Pratiwi, jarang bertemu karena tugas masing-masing. Bahkan hanya bertemu masing-masing dua kali baik sebelum dan sesudah menikah. Mega merupakan bidan di Puskesmas Klatak, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Keduanya merupakan pasangan pengantin yang baru menikah dua bulan lalu.

Mega tinggal di rumah orangtuanya di Desa Ketapang,  Kecamatan Kalipuro, dekat dengan markas Pangkalan TNI AL (Lanal) Banyuwangi. Sedangkan orang tua Pandu juga warga Banyuwangi di Kelurahan Sobo, Kecamatan Banyuwangi (kota). Kedua keluarga itu kini berduka.

Kenangan dan rasa kehilangan yang sama tengah dirasakan keluarga dari 53 awak KRI Nanggala-402. Duka yang mendalam juga dirasakan keluarga besar TNI. Namun di balik rasa duka, ada kebanggaan atas pengabdian para prajurit patriot bangsa tersebut.

Baca Juga

loading...