Minggu, 10 November 2019 02:29 UTC
Ilustrasi Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya – Pekikan pidato dan takbir Bung Tomo 74 tahun silam menjadi simbol perlawanan warga Surabaya ketika bertempur melawan sekutu.
Ultimatum sekutu, tepatnya pada 9 November 1945 menuntut warga Surabaya dan sekitarnya menyerahkan diri tanpa senjata dan kedua tangan harus diangkat di atas kepala.
Tanda menyerah itu harus dilakukan keesokan harinya, 10 November 1945 sebelum pukul 06.00 WIB. Namun, ultimatum itu ditolak tegas warga Surabaya. Semangat bertempur warga Surabaya semakin berkobar.
BACA JUGA: Hari Pahlawan, Pemkot Undang Veteran dalam Parade Juang 2019
Adalah seorang Bung Tomo, pejuang asal Surabaya yang mendirikan studio Radio Pemberontakan Republik Indonesia. Sontak sejak hari itu, terjadilah pertempuran 10 November 1945 yang berlangsung hingga tiga minggu lamanya. Kelak peristiwa itu dijadikan sebagai Hari Pahlawan.
Kemudian kisah perjuangan warga Surabaya 74 tahun silam terkenang dalam ingatan. Sedikitnya, kisah perlawanan dan profil salah seorang pejuang yang termasyhur, Bung Tomo dapat ditemukan dalam tiga buku berikut, yang tentu dapat menambah wawasan literasi Anda.
1. Bung Tomo: Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November
Buku karya Abdul Waid setebal 312 halaman ini menceritakan kehidupan Bung Tomo secara obyektif, komprehensif, proporsional, sesuai dengan fakta yang memang benar-benar terjadi, serta berdasarkan data-data akurat yang dapat dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA: Hari Pahlawan, Empat Destinasi Wisata Sejarah di Surabaya Ini Layak Dikunjungi
Kisah kehidupan Bung Tomo juga diuraikan secara sistematis sejak lahir, masa kanak – kanak hingga hari tuanya. Berikut riwayat pendidikan Bung Tomo yang pertama kali mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Rakyat Hollandsc Inlandsche School (HIS) higga sekolah bergengsi HBS di Surabaya.
Termasuk gerakan perjuangan 10 November 1945, saat Sutomo menjadi wartawan dan mendirikan radio pemberontakan Republik Indonesia, hingga kisah karier politik, kenegaraan, kemiliteran, dan masa tuanya.
2. Bung Tomo: Soerabaja di Tahun 45
Kisah tentang Bung Tomo adalah jilid kelima seri “Tokoh Militer” yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo November 2015. Serial ini mengupas, menguak, dan membongkar mitos dan berbagai sisi kehidupan para perwira militer yang dinilai mengubah sejarah.
BACA JUGA: Sambut Hari Pahlawan, Purworejo Napak Tilas Pejuang Tentara Pelajar
Buku yang dipublikasikan oleh Gramedia setebal 160 halaman ini menulis kisah Bung Tomo yang pada saat masa penjajahan Jepang menjadi wartawan kantor berita Domei. Pidato-pidatonya selalu meneriakkan “Allahu Akbar” dan mengobarkan semangat pejuang menentang tentara Sekutu. Sosoknya terekam kuat dalam potret diri yang mengacungkan telunjuk dan tatapan mata tajam.
Kehadirannya jadi simbol perlawanan dalam pertempuran 10 November 1945. Ia lantas kerap mengkritik Orde Baru, terutama soal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Selepas masa perjuangan, dia masih membela kepentingan buruh dan pedagang kecil yang terancam hak-haknya di pengadilan. Hingga akhirnya, perjalanan hidup Bung Tomo berakhir di Arafah.
BACA JUGA: Risma Imbau Seluruh Instansi Putar Lagu Perjuangan, Sambut Hari Pahlawan
3. Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah
Buku ini merupakan kumpulan orasi politik, gagasan, dan catatan Bung Tomo yang diterbitkan ulang Visimedia setebal 164 halaman pada tahun 2008. Sebelumnya buku ini merupakan salah satu karya Bung Tomo yang dierbitkan pertama kali pada 1951 oleh Usaha Penerbitan Balapan Djakarta.
Buku ini bercerita tentang Pertempuran 10 November 1945 melalui sudut pandang Bung Tomo, pelaku dan aktor sejarah Hari Pahlawan.
Bung Tomo menuliskan kisah melalui kesaksian dan pengalamannya enam tahun setelah perisiwa itu dengan jujur, lugas, detail, sekaligus tanpa tendensi "memperkosa sejarah" demi kepentingan pribadinya. Peristiwa heroik itu pantas dikenang dan direnungi. Kisahnya wajib dibaca oleh semua orang di momen hari Pahlawan 10 November.
