Kamis, 05 March 2020 13:09 UTC
BERI KETERANGAN. Perwakilan elemen memberikan keterangan pers di kantor LBH Surabaya Jalan Kidal Surabaya, Kamis 5 Maret 2020. Foto: Baehaqi
JATIMNET.COM, Surabaya - Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) berencana menggelar aksi, Rabu 11 Maret 2020. Gerakan yang terdiri dari sejumlah elemen buruh, mahasiswa, dan aktivis itu akan menyasar Bundaran Waru sebagai titik menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja.
"Kami tidak mau mendatangi pemerintah atau DPRD pada aksi tersebut. Kami sudah tidak ada bahasa percaya kepada mereka," ujar Kepala Bidang Buruh dan Miskin Kota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Habibus di kantor LBH Surabaya, Kamis 5 Maret 2020.
Ia menilai, selama ini sikap pemerintah provinsi maupun DPRD kurang tegas. Setiap menerima aksi penolakan Omnibus Law selalu mengatakan akan meneruskan tuntutan pada pemerintah pusat. Padahal yang dibutuhkan adalah pernyataan penolakan RUU Cipta Kerja dari kepala daerah. "Kami hanya membutuhkan sikap dari kepala daerah atau yang lainnya, bahwa Jatim menolak," tegasnya.
BACA JUGA: Menaker Tepis Tudingan Omnibus Law RUU Itu Bagian untuk Menghilangkan Upah Minimum
Karena itu, kata Habibus, pada aksi pekan depan tersebut pihaknya lebih memilih Bundaran Waru, Sidoarjo sebagai titik kumpul sekaligus malakukan aksi. Di tempat tersebut, mimbar rakyat digelar guna memberikan pengertian kepada masyarakat umum bahwa RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law sangat berbahaya dan lemah perlindungan hukum.
Ahmad Yusuf Mudidi yang mewakili serikat buruh di Jatim dalam aksi pekan depan itu mengaku, Omnibus Law sangat merugikan buruh. Salah satunya yakni tentang kemungkinan hilangnya Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK), karena adanya aturan upah per jam.
Buruh menilai, aturan ini bisa memperbolehkan pengusaha dan pekerja menentukan upahnya sendiri. Jika itu yang terjadi, posisi pekerja menjadi lemah dan menerima semua keputusan dari pengusaha.
BACA JUGA: Upah Kerja dan Omnibus Law Ancam Kesejahteraan Buruh
"Kemudian soal pesangon. Hanya diatur paling banyak enam bulan. Sehingga dikhawatirkan perusahaan tidak ada lagi keberatan melakukan PHK. Selain itu Outsourching tidak lagi dibatasi dan Tenaga Kerja Asing yang tak hanya menyasar jenis pekerjaan tertentu," kata Yusuf.
Sementara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Rere Christanto menilai, Omnibus Law juga merugikan lingkungan. Izin Amdal yang tidak lagi menjadi satu prasyarat sangat penting bagi pendirian bakal memberi dampak kerusakan lingkungan.
Rencananya, aksi yang digelar pekan depan itu akan melibatkan tiga ribu massa. Mereka tergabung dari beberapa elemen, diantaranya, YLBH-LBH Surabaya, FSP LEM SPSI, KASBI, FBTPI-KPBI, FSPMI, FSBI, KPSBI, KSN, KAMIPARHO SBSI, BEM SI Jawa Timur.
Kemudian WALHI Jawa Timur, FSP KEP KSPI, FNKSDA, GMNI Fisip Unair, dan BEM Fisip Unair, KPA Jawa Timur, WADAS, KONTRAS Surabaya, JARKOM, P2KFI, IMM Surabaya, Kader Hijau Muhammadiyah, KSBSI, BARA API, dan LAMRI.
