Selasa, 18 June 2019 08:30 UTC
Ilustrasi KPK
JATIMNET.COM, Surabaya – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kurniadie, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sebagai tersangka penerima suap Rp1,2 miliar, bersama Yusriansyah, Kepala Sesi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
JPK juga menetapkan Liliana, Direkur PT Wisata Bahagia, pengelola Wyndham Sundancer Lombok Resort, sebagai pemberi suap.
Penetapan tersagka melalui operasi tangkap tangan yang berlangsung pada Senin 27 Mei 2019.
Suap yang diberikan Liliana, diduga untuk menghentikan proses pelanggaan visa izin tinggal dua warga negara Australia, BGW dan MK. Dua pelaku yang kini telah dideportasi itu melanggar visa dengan bekerja di Wyndham Sundancer Lombok Resort.
BACA JUGA: Diperiksa KPK, Ini Pengakuan Rektor UINSA Surabaya
"Pendeportasiannya sebelum penangkapan, itu Sabtu, 25 Mei," kata Pelaksana Tugas Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Armand Armada Yoga Surya di Mataram, Selasa 18 Juni 2019.
Peran ketiga tersangka ditetapkan KPK berdasarkan hasil gelar perkara yang dilaksanakan dalam kurun waktu satu kali 24 jam, usai tertangkap tangan di NTB.
Dari gelar perkaranya menyatakan Kurniadie bersama Yusriansyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Kurniadie, KPK menambahkan Pasal 9 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BACA JUGA: Lacak Rekam Jejak Capim KPK, Pansel Libatkan BNPT
Sedangkan untuk Liliana, KPK menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, sanksi pidana terhadap dua warga Australia tersirat dalam Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.
Dalam pasalnya disebutkan, ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500.000.000. Ancaman pidana bagi penyalahgunaan visa kunjungan sebenarnya tidak hanya menjerat WNA yang bermasalah.
Pemberi kerja, pihak sponsor, penjamin, dan siapa saja yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada WNA untuk menyalahgunakan visa kunjungan, juga dapat dikenakan sanksi pidana.
BACA JUGA: Pansel Cari Calon Pimpinan KPK yang Out of The Box
Ancaman pidananya sama seperti WNA dan telah diuraikan dalam Pasal 122 Huruf b Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.
Selanjutnya, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, WNA penerima visa kunjungan diberikan izin tinggal di wilayah Indonesia paling lama 30 hari.
Bentuk kegiatan yang dibolehkan antara lain melakukan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, pariwisata, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain. (ant)
