Kamis, 24 October 2019 07:59 UTC
Dokter spesialis Kedokteran Nuklir Stepanus Massora SpKN. Foto: Khoirotul Latifyah
JATIMNET.COM, Surabaya – Dokter spesialis Kedokteran Nuklir, Stepanus Massora SpKN menyebutkan kedokteran nuklir dapat mendeteksi dini beberapa penyakit dalam seperti kanker, tumor, fungsi jantung, dan juga ginjal.
“Keunggulannya kedokteran nuklir bisa mendeteksi sel jaringan paling kecil dalam penyakit,” kata Stepanus saat diwawancarai di Humas Pemkot Surabaya, Kamis 24 Oktober 2019.
Dokter yang saat ini praktik di RSUD dr Soetomo ini menyampaikan terdapat metode teragnostik di kedokteran nuklir. Metode tersebut merupakan keunggulan kedokteran nuklir melalui terapi dan diagnostik.
BACA JUGA: Anggarkan Rp 99 Miliar, Pemkot Surabaya Bangun Instalasi Kedokteran Nuklir
Melalui metode tersebut dokter akan memeriksa penyakit pasien secara mendalam.
“Cara terapi dan pengobatannya pun menggunakan radiasi nuklir buatan. Caranya dengan menyuntikkan atau dalam bentuk obat kapsul,” kata dia.
Ia menjelaskan nuklir yang digunakan ini berbeda dengan nuklir yang digunakan untuk bom, atau peperangan. Tapi kedokteran nuklir merupakan atom kecil yang dibuat oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
BACA JUGA: Pemkot Surabaya Targetkan Layanan Radioterapi dan Kedokteran Nuklir pada 2020
Karena nuklirnya buatan, radioaktifnya juga dibuat oleh tim dokter. Sehingga penggunaan pada pasien pun disesuaikan kebutuhan tubuh pasien dan aman.
“Jadi yang membuat reaktor dari Batan, lalu didistribusikan ke Surabaya, dipakai di rumah sakit dan diubah siklotron dan menghasilkan radiasi yang kecil,” katanya.
Menurutnya, tingkat keberhasilan pengobatan kedokteran nuklir ini mencapai 90 persen. Sebab, tindakan pengobatan yang dilakukan bisa mendeteksi kerusakan sel sekecil mungkin dalam tubuh.
BACA JUGA: Dewan Akan Kaji Penggunaan Teknologi Nuklir untuk Kesehatan
Kedokteran Nuklir di Surabaya sangat dibutuhkan, kata Stepanus, karena pasien kanker dan penyakit tertentu selama ini harus keluar kota bahkan provinsi untuk pengobatan tersebut.
“Karena yang ada sekarang ada hanya di Bandung dua senter, Semarang satu senter, Jakarta sekitar sembilan senter, Samarinda satu senter, Adam Malik (Medan) satu senter, Padang satu senter, dan Surabaya baru ada di RSUD dr Soetomo, “ katanya.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan instalasi kedokteran nuklir yang dibangun di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH) ditargetkan selesai tahun 2020.
BACA JUGA: Picu Kanker, Tim Gabungan Razia Ranitidine Injeksi di Probolinggo
“Supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini,” kata Feni-sapaannya.
Ia mengatakan jumlah pederita penyakit kanker payudara tahun 2018 mencapai 5.635 jiwa. Kemudian tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 3.896 jiwa. Di samping itu, penyakit tertinggi setelah kanker adalah hiperteroid dan keganasan liver.
BACA JUGA: Waspadai Makanan dan Minuman Pemicu Kanker
“Penyakit semacam ini dapat diterapi menggunakan kedokteran nuklir, sehingga ini sangat penting untuk warga Kota Surabaya,” imbuh dia.
Ia memastikan, pembangunan fasilitas kedokteran nuklir ini sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Bahkan, dalam setiap prosesnya selalu didampingi oleh pihak kepolisian, kejaksaan, tim ahli nuklir, akademisi dan Batan.