Senin, 13 January 2020 07:02 UTC
TUMPANGPITU. Salah satu area penambangan emas di bekas hutan lindung Tumpangpitu, Desa Sumberagung, Kec. Pesanggaran, Banyuwangi. Foto: Istimewa
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dan kriminalisasi yang dialami warga terdampak tambang emas di bekas hutan lindung gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Disebut Tumpang Pitu (Tumpang Tujuh) karena di kawasan yang dulunya hutan lindung Perhutani itu terdapat tujuh bukit yang saling bertumpang atau bertumpuk. Karena luas dan tinggi, masyarakat menyebutnya gunung Tumpang Pitu. Namun referensi lain menyebut Tumpang Pitu adalah gunung-gunung tua yang sudah tak aktif dan sudah ada sebelum terbentuknya pulau Jawa.
Beberapa kali terjadi penolakan oleh warga pada tambang emas Tumpang Pitu yang dikelola PT Bumi Suksesindo (BSI) dan beberapa warga mengalami kriminalisasi karena dianggap melakukan perusakan atau isu lain yang tidak ada hubungannya dengan tambang.
Seperti yang dialami warga penolak tambang emas, Heri Budiawan alias Budi Pego. Ia dipenjara karena isu komunisme. Budi dianggap berperan dalam aksi demonstrasi yang tiba-tiba muncul spanduk bergambar palu arit dan diisukan menyebar faham komunis. Budi sedang menjalani hukuman penjara akibat kriminalisasi tersebut.
Warga juga pernah mendesak pemerintah untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki PT BSI namun gagal. Bahkan November 2019 lalu, kepala desa setempat sempat menandatangani surat penolakan tambang emas sesuai aspirasi warga namun tak ada tindak lanjut dari Pemkab Banyuwangi dan dianggap ada kesalahpahaman kordinasi.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Hentikan Penambangan Emas di Tumpang Pitu, Ini Alasannya
Yang terbaru, sejak 7 Januari 2020 hingga hari ini warga Desa Sumberagung mendirikan tenda untuk menghalangi aktivitas lanjutan tambang emas PT BSI yang akan menyasar bukti Salakan. Padahal bukit ini ‘benteng terakhir’ warga berlindung dari tsunami. Pantai Pancer di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, yang berdekatan dengan Tumpangpitu pernah dilanda tsunami tahun 1994 dan menimbulkan korban jiwa 229 orang. Kementerian ESDM melalui PVMBG juga menetapkan pantai selatan di Banyuwangi termasuk Pancer, Pulau Merah, dan kawasan Tumpangpitu yang berbatasan dengan Samudra Hindia tergolong zona rawan gempa disertai tsunami di pantai selatan Jawa.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jawa Timur F. Tri Jambore Christanto mengatakan warga Sumberagung telah merasakan kerugian dampak pertambangan emas, di antaranya memicu penurunan kualitas lingkungan hidup desa mereka.
"Dan menyebabkan sedikitnya 13 orang warga menjadi korban kriminalisasi dan kekerasan aparat keamanan karena menolak kegiatan pertambangan," kata aktivis yang akrab disapa Rere itu dalam keterangan pers tertulis yang dikeluarkan, Minggu, 12 Januari 2020.
Walhi mencatat warga penolak tambang juga mendapatkan pelecehan secara verbal dari pekerja tambang, Kamis 9 Januari 2020. Selain itu, berdasarkan informasi warga, pada Jumat, 10 Januari 2020, ditemukan 22 selongsong peluru hampa (tanpa proyektil) di jarak sekitar 500 meter dari lokasi tenda yang didirikan warga. Sejak 7 Januari 2020, Polda Jatim menempatkan sejumlah personel Brimob selama 1,5 bulan mendatang.
Warga membangun tenda di tepi jalan untuk menolak dan menghadang beberapa orang yang akan menuju bukit Salakan. Saat penghadangan berlangsung kerap terjadi perdebatan dan aksi saling dorong yang mengakibatkan dua orang warga perempuan pingsan.
Walhi Jawa Timur mendesak pemerintah termasuk Polri menarik seluruh aparat keamanan dari Desa Sumberagung. Walhi juga mendesak Komnas HAM memantau langsung kondisi di lokasi untuk melakukan pengumpulan data secara langsung terakit dugaan pelanggaran HAM.
"Dan memberikan dukungan kepada warga Sumberagung yang sedang berjuang mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman industri pertambangan," kata Rere.
BACA JUGA: Warga Banyuwangi Penolak Tambang Emas Lindungi Bukit Salakan sebagai Penahan Tsunami
Pantauan Jatimnet.com di lapangan, puluhan warga Sumberagung duduk di bawah tenda yang mereka jaga siang dan malam. Tenda itu terletak di Dusun Pancer dekat akses jalan menuju bukit Salakan. "Warga yang datang ke sini sekitar 500 orang," kata Adin, salah satu warga yang berjaga di bawah tenda, Minggu, 12 Januari 2020.
Kontroversi tambang emas di Tumpangpitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, terjadi sejak tahun 2006 saat masih akan dieksplorasi atau diselidiki kandungan bijih emasnya. Setelah itu beberapa investor atau perusahaan diberi izin oleh negara untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dan terakhir dilakukan oleh PT Bumi Suksesindo (BSI).
Sejak 2012 hingga 2016, BSI memenuhi persyaratan mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Lingkungan, studi kelayakan peningkatan kapasitas produksi, sertifikasi JORC, akuisisi lahan kompensasi, dan beberapa kali Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dengan luas tertentu. Setelah memperoleh pendanaan dari luar negeri, sejak 1 Desember 2016 BSI memulai penambangan bijih mineral dan per 17 Maret 2017 memulai produksi emas.
Setelah Menteri Kehutanan zaman Zulkifli Hasan (mantan Ketua MPR) mengubah status Tumpangpitu sebagai hutan lindung jadi hutan produksi, sejak itulah perusahaan swasta mengajukan IPPKH dan direstui negara. Penurunan status hutan lindung jadi hutan produksi itu diduga untuk menyiasati aturan yang melarang aktivitas pertambangan di hutan lindung.
Dikutip dari situs walhijatim.or.id, pada 10 Oktober 2012 melalui surat nomor 522/635/429/108/2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung seluas 9.743,28 hektar di BKPH Sukamade, Pesanggaran, Banyuwangi, menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap.
Menurut Walhi Jawa Timur, permohonan perubahan ini terkait dengan kepentingan pertambangan emas di tempat yang seharusnya tidak diperbolehkan karena berada di kawasan hutan lindung dan kawasan tersebut sangat vital bagi keberlangsungan kelestarian Tumpang Pitu. Pada 19 November 2013, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 826/Menhut–II/2013, sekitar 1.942 hektar hutan lindung di Tumpang Pitu diturunkan statusnya menjadi hutan produksi.
BACA JUGA: Kades Sumberagung Memohon Gubernur Jatim Cabut Izin Tambang Emas Tumpang Pitu
Setelah perusahaan melengkapi persyaratan di tingkat pusat dan provinsi, Pemkab Banyuwangi membuat Perda Nomor 08 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.
Dalam pasal 61 di perda tersebut dijelaskan bahwa Pemkab Banyuwangi menetapkan area tambang emas, perak, dan tembaga dengan luas sekitar 22.600 hektar yang lokasinya berada di Kecamatan Pesanggaran dan Kecamatan Siliragung. Artinya, gunung dan perbukitan di dua kecamatan setempat dengan luas yang sudah ditentukan akan terus jadi sasaran penambangan hingga tahun 2032.
Pemkab Banyuwangi juga menerbitkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 yang mengatur wilayah setempat sebagai kawasan strategis yang memiliki tatanan RTRW tersendiri.
Selain itu, tambang emas Tumpang Pitu juga ditetapkan sebagai Obyek Vital Nasional (Obvitnas) oleh Kementerian ESDM pada tahun 2016 dan menutup akses masyarakat untuk masuk ke wilayah tambang.
PT BSI adalah anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold (Tbk). Dewan Komisaris dan direksi PT Merdeka Copper Gold (Tbk) di antaranya mantan Kepala BIN Jendral TNI (Purn) AM Hendropriyono sebagai presiden komisaris, Edwin Soeryadjaya sebagai wakil presiden komisaris, Garibaldi Thohir sebagai komisaris, dan anak Hendropriyono, Rony N. Hendropriyono, sebagai salah satu direktur. Garibaldi atau yang dikenal dengan Boy Thohir masih saudara Menteri BUMN Erick Thohir.
Saham utama di PT Merdeka Copper Gold (Tbk) dipegang dua perusahaan investasi yakni PT Saratoga Investama Sedaya (Tbk) dan PT Provident Capital Indonesia. PT Saratoga Investama Sedaya (Tbk) didirikan Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya yang menjabat sebagai presiden komisaris. Edwin adalah salah satu putra dari William Soeryadjaya pendiri PT Astra Internasional (Tbk).